Kekurangan itu bisa menjadi karisma tersendiri, Aku bersyukur menjadi diriku, tak ada orang yang sepertiku. Risna, kamu harus beryukur tiap saat yah! Kalo lupa, tilawah hari ini nambah satu lembar. Janji?

Senin, 05 Maret 2012

Termehek-mehek


(Pesan sebelum membaca: Jika catatan ini alay dan mellow, mohon dimaafkan... Kali ini bukan tentang motivasi ataupun artikel bermakna, hanya cerita tentang orang-orang yang berarti di sekitarku. Full hanya ingin mengabadikan cerita pribadi)


Begitulah tema sehari dua malam ini. Termehek – mehek yang sangat berwarna. Lelehan airmata yang akan menjadi hal yang tak terlupakan. Begitu berkesan. berkesan karena sangat menyakitkan, berkesan karena tak pernah terduga, dan berkesan karena hal ini sangat tidak lucu. Aku harus mengalami double broken-heart (alay mode on, hee..).

Semua ini diawali dengan terkirimnya sebuah undangan yang kutulis melalui pesan singkat. Keluarga kecilku di sebuah lembaga internal kampus saat itu (12/11) kuundang dalam ‘agenda makan bersama’ di rumah. Pada saat yang sama, lembaga itupun tengah menggelar acara internal bersifat pelatihan kilat anggota baru. Tak ada yang bisa ditunda, tak ada yang bisa dikalahkan. Meski agenda di rumah sama sekali bukan keinginanku, namun menyakitkan rasanya ketika racikan bumbu-bumbu sang ibu (yang merencanakan agenda ini) sejak sepekan lalu kubatalkan mentah-mentah. Sempat dua hari sebelum hari H mendebatkan tentang ini, namun yang kudapat hanyalah dilema dan pernyataan dari hatiku sendiri, “betapa teganya kamu kalau sampai mengecewakan ibu!” Jadi, dalam waktu bersamaan, dua agenda yang berbeda itupun berjalan. Dan tentu saja kali ini kuprioritaskan diriku di hari H untuk membantu ibu di rumah dalam agenda tersebut. Sehari sebelumnya, prioritasku adalah mengerjakan apa yang bisa kuselesaikan untuk pelatihan kilat di lembaga tersebut. Meski tetap sedikit bersitegang karena ibu sedang sibuk untuk menyiapkan konsumsi di hari H, namun akhirnya aku bisa izin untuk pergi ke kampus di hari itu. Bersama dua rekan lainnya, kami menyelesaikan administrasi, membeli cinderamata dan memesan konsumsi, mengecek tempat acara, mengkonfirmasi kembali tiga pemateri kepada personil yang ditugaskan, mencari link perlengkapan yang dibantu personil, memastikan kehadiran panitia esoknya, memastikan petugas acara, memberikan info petugas yang fix, penghubungan komunikasi antara personil satu dan yang lainnya, membuat dan mengirim desain plakat pada malam harinya, mengirim woro-woro ke seluruh peserta (personil baru) untuk hadir 15 menit lebih awal, serta tak lupa meninggalkan pesan-pesan penting untuk hari H ke pengurus inti. Meski pasti ada yang luput dari ingatanku dan membuat gelabakan para panitia lainnya untuk segera melengkapi, namun paling tidak aku tidak meninggalkan mereka begitu saja.

Jreng Jreng… Hari yang ditunggu pun tiba. Setelah bangun tidur, shalat, aku bergegas ke dapur membantu ibu yang selalu bangun lebih awal. Tentunya dengan tetap menggenggam handphone. Aku tahu di hari H pelatihan kilat lembaga internal ini, pasti banyak hal penting yang perlu dikabarkan ke panitia yang standby di TKP, juga akan ada banyak hal yang akan ditanyakan panitia lainnya padaku. Jadi hari itu, meski aku izin tak berangkat di acara lembaga itu, namun aku tetap mencoba ‘mengirim signal’ dari jauh agar tak ada panitia yang merasa kutinggalkan. Aku siap siaga kalau ada pesan dan telepon yang masuk agar tak terjadi miss communication. Sesekali ketika kira-kira sudah separuh waktu diklat, kusempatkan untuk bertanya ke beberapa personil, “apa kabar diklat di sana?”

Teng… Waktu menunjukkan pukul 05.30 wite. Menurut susunan acara yang dibuat, agenda diklat hari pertama sudah selesai. Aku tetap asyik menemani tamu yang sedang makan sembari melihat jam. Aku meminta seluruh panitia dan peserta ke rumah setelah diklat selesai. Tentu ibu sudah menyisihkan konsumsi untuk mereka. Namun hingga maghrib menjelang, tak ada satupun wajah mereka muncul.

“Mungkin setelah maghrib baru mereka ke rumah,” begitu pikirku.

Waktu maghrib selesai, azan Isya pun berkumandang. Namun belum ada tampang-tampang mereka muncul di depan rumah. Lalu kukirim sms ke dua panitia yang kutitip pesankan agar bisa mengkoordinir teman-teman lainnya untuk ke rumah setelah acara selesai, “Ga ada anak ujur yang bisa ke rumah ya?

Kira-kira jawabannya begini (meski tak persis), “Acaranya baru selesai jam 6an lewat tadi, karena pemateri datang telat, tadi teman-teman udah pada capek, jadi langsung pulang.”

Di situ aku mulai patah hati dan memilih masuk kamar. Kubalas pesannya lagi, “Yah padahal kalian masih kutunggu sampe sekarang (saat itu hampir pukul 08.00 malam).”

Diapun menjawab (lagi-lagi tak sama persis, karena pesannya sudah kuhapus), “Kamu cuma nunggu, padahal kami di sini bolak-balik nyari perlengkapan yang kurang. Taulah di sini tadi panitianya sisa empat orang.”

Patah hatiku mulai bertambah mendapat sms itu. Lalu kujelaskan bahwa meski aku di rumah aku tetap kepikiran dengan Ujur. Aku juga kan dari tadi usaha buat bantu. Meski kurang, mohon maaf untuk hari ini.”

Dari situ aku mulai berpikir nggak ada yang peduli denganku. Padahal tiap kali ada undangan Ujur’s Family aku berusaha sekali untuk bisa mengajak yang lainnya agar bisa memenuhi undangan.

Mulai meleleh airmataku, tapi segera kuhapus karena beberapa saat kemudian dua orang rekanku (Kak Muharram dan Tara) datang ke rumah. Merekalah yang menjadi saksi kembali lelehnya airmataku. Airmata yang tak bisa tertahan lagi saat salah satu dari mereka bertanya, “Anak ujur siapa aja yang ke sini?” (untung mereka berdua adalah orang yang sudah akrab denganku… maaf ya membuat nafsu makan kalian berkurang :D)

Singkat cerita, waktu sudah menunjukkan pukul 09.00 malam. Belum ada yang datang. Tak ada satupun dari Ujur yang bisa mewakili. Aku sedih luar biasa. Kupaksa untuk menahan dulu airmata (aku tak mau dilihat orang rumah). Lalu kukatakan pada ibu, “ayo ma, kita bereskan aja makanannya. Mereka ga datang.”

Setelah semua selesai, aku masuk kamar dan leleh kembali airmataku.

Satu lagi kata-kata dari dua panitia yang begitu dekat denganku namun serasa mengupas hatiku. Aku hanya ingin mengkonfirmasi sebenarnya dan sekaligus meminta maaf karena rasanya baru kali ini tak bisa maksimal membantu di acara, “Kita capek banget tadi, Tolong donk ngertiin kita, ndut (panggilannya buatku).”

Langsung dah tuh pikiranku kemana-mana, “Kok setipis itu sih persahabatan kalian? Koq nggak ada yang peduli? Yah paling nggak, ada dua atau tiga orang lah yang mewakili, tapi ini nggak ada satupun. Sebenarnya ini bukan masalah momennya dalam rangka apa, tapi masalah pengharapan yang terlanjur dititipkan agar bisa datang. Karena dari awal sudah kukatakan bahwa undangan prioritas adalah mereka.”

Sembari terus menangis, pikiran itu juga sempat kusampaikan ke seniorku di Ujur. Lalu kutanyakan padanya, “Apakah aku egois karena aku patah hati sedalam ini? (Lebay yaa, tapi baru kali ini aku ngerasa nggak ada yang peduli sama aku di Ujur L )

Sedikit demi sedikit aku berusaha mengerti keadaan mereka yang mungkin sedang lelah sekali setelah diklat hari pertama. Namun lelehan airmata tak berhenti hingga pukul 23.00. Bahkan tawaran seorang kakak lintas UKM (MAC) untuk turut membantu membawakan makanan yang masih lumayan banyak ke Ujur esoknya kutolak karena masih patah hati. Tapi satu pesan yang kudapat darinya dan kata-kata itu menjadi pembatas tindakanku agar tak bersikap sembarangan. “Besok upayakan kamu tampil seperti tidak terjadi apa-apa. Jangan menunjukkan kesedihanmu di hadapan mereka. Kamu itu seorang ketua. ”

Esoknya, aku benar-benar menjalankan pesannya. Meski sempat mengeluarkan sedikit singgungan ke salah satu personil yang sepertinya tega sekali mengirimkan pesan bernada tak enak kepadaku (tapi mudah-mudahan masih singgungan cantik). Namun aku terus mencoba menghilangkan rasa patah hatiku semalam suntuk. Kucamkan dalam pikiranku, “Aku harus professional! Aku harus professional! dan aku harus professional! Sakit hati dan kecewa boleh, tapi jangan sampai mengorbankan kepentingan orang banyak.

Sekitar pukul 12 siang, materi aplikatif diklat selesai. Aku menjelaskan beberapa planning lembaga ke semua anggota baru. Seusai itu, menurut jadwal sudah tak ada agenda lagi. Namun salah satu personil (Sari) ingin memutarkan video. Aku hanya berpikir, “Ohh mungkin video yang harusnya diputar kemarin belum diputar, jadinya diputar hari ini”.

Wokeh, Windows Media Player mulai diputar. Aku berpindah duduk ke barisan belakang peserta. “Mohon maaf sebelumnya jika video ini terlalu alay untuk disimak semoga terhibur,” begitu pembukanya.

Dari barisan paling belakang, aku tetap menanti (kayak judul lagu nikita willy yak? Hee) dengan wajah santai dan sangat biasa. Tapi lha kok yang nongol biografi singkatku? Ada tulisan narsis lagi di slide ke tiga. Begini tulisannya,

“dan sering menyebut dirinya mirip artis Nikita Willy”.

Aku masih berpikir polos, “Oh mungkin pembukanya aja. Selanjutnya ya tentang visi dan misi Ujur.”

Namun setelah membaca slide selanjutnya, ternyata aku keliru menafsirkan, isinya begini: “Dan hari ini kita adalah saksi, beliau genap berusia 22 tahun.”

Gedubraakkk, ini mah videonya hanya tentang orang yang emang mirip sama Nikita Willy aja! Slide selanjutnya berisi rekaman ucapan selamat. Kayaknya dari sini, mulai leleh lagi airmataku setelah semalam suntuk ngerasa patah hati (hadoeh kenapa aku cengeng banget yak??? @,@. Udah cukup bengkak rasanya mataku nangis semalam). Ucapan yang pertama, edisi all anggota baru Ujur (ini nih bikin aku malu setengah mati, ngapaen anak-anak baru semuanya serempak diminta ngucapin selamat HUT, malu tau), terus ada juga anak BEM (ditulis anak buah Pak Dimas), Yudi dan Naufal yang gayanya Unyu-unyu banget haha, Luthfi yang sok cool, Leni yang sumringah, Mardiyah yang centil (makanannya kan kemaren dimasak-masak sama BEM :D), Daniel yang pemalu, Dhepta (Ketua Panitia PIKMA) yang dah kayak kenal lamaaa, Sari yang tiba-tiba jadi kalem banget di video, Ratna kuyus yang sok imut banget, Mbak Pusdima, Penjaga Kampus FKM (keliatan banget siapa yang punya rencana usil seperti ini…), Bule nasi kuning (darimana nih kameramen dapet bule’-bule’), and the last Chiko yang alayy banget (Saya tahu dek kamu punya karakter melankolis, tapi saya malu liat wajah jelekmu yang sampe-sampe Leni shock liat ekspresi kamu di shoot, hee. Tapi kata-katamu bikin saya selalu mewekk sampai hari ini). Di akhir-akhir slide ditulis, “Sampai kemarinpun UJUR masih memikirkan Risna”. Ini katanya merupakan balasan dari kata-kataku yang menganggap mereka nggak peduli sama aku.

Belum habis airmataku, Chiko yang tadinya keluar ruangan, kini muncul kembali dengan membawa birthday’s cake (hadoeh, ada lilin 22nya lagi. Malu sangaaadh rasanya diriku). Tapi ueenak kuenya. Denger-denger si Dhepta yak yang bela-belain nyari kuenya? Makasih ya, dek syg.

Finally, kue rasa blueberrynya dimakan rame-rame se-ujur-an… Tapi sebelum itu aku ngadu dulu donk seberapa sedih aku di hari kemarin (sambil terus memproduksi airmata). Maaf ya Chiko, kamu memegang kue itu lumayan lama (maaf karena harus melemparmu dengan tisu bekas airmata, itu memang sengaja).



Hmm, 22 tahun lebih dua belas jam usiaku kini. Hampir genap dua hari dua malam pula mataku masih mudah menangis. Menangis komplikasi antara sedih, terharu, dan sedih. Begitulah hidup…

Mungkin hari ini kembali menangis, namun semua ini proses pendewasaan. Meski pahit, meski susah, semoga semua bisa terlewati. All iz well...

Bila hari ini ada kenyataan yang belum bisa diterima, semoga esok kita menemukan pencerahan bahwa kita memerlukan kenyataan pahit untuk lebih kuat dan tegar.





Special thanks to:

Allah, yang memberi warna di penggenapan usiaku

Ortu + kakek + Nenek + om + tante + Adek-adek, speechless

All crew Ujur, makasih atas kecuekan dan kesengajaan juteknya. Menyakitkan @,@. Dan aku nggak pernah menyangka, aku bisa jadi korban seperti ini

Sari yang bela-belain bikin video dalam waktu semalam. Cepet sembuh yaaa...

Ratna dan Leni yang ikut kejar-kejaran bareng Sari nyari Chiko yang sangat kusayang dan Dhepta di Audit.

Si Hehest adekku sayang yang selalu pertama dalam urusan menangis,

Si Nadiah yang katanya mau ikutan nangis ya kemarin? (Maaf ya dink sayang, saya memang mudah mempengaruhi orang untuk ikutan nangis, hee, ngeles.com)

Dwi ndut yang super ceria untuk urusan desain dan media,

Nisa si kakak yang lumayan tomboy,

Daniel, Ibad, Naufal, Ari, Luthfi, Wahyudi, Chamid (Mid, di tunggu di UJur J )

Ardiiii, kangeeen banget sama kamu

Handri, jalan-jalan donk ke Ujur

Kak Wawan yang udah jadi tumpahan curhatku (Makasih kak udah dipantau :D)

Dimas yang telat ngucapin, tolong besok tanggal 15 anak Ujur ditraktir ya? hee

Dan seluruh new family Ujur, mari semangat BERBAGI DAN MENGINSPIRASI!

Ohya satu lagi, buat Kak MAC . makasih penguatannya kak.. Sodara selamanya



(Kalau catatan ini ga nyambung, mohon dimaklumi. Berarti pikiran dan tangan saya belum matching hari ini :D )

Tidak ada komentar: