Kekurangan itu bisa menjadi karisma tersendiri, Aku bersyukur menjadi diriku, tak ada orang yang sepertiku. Risna, kamu harus beryukur tiap saat yah! Kalo lupa, tilawah hari ini nambah satu lembar. Janji?

Rabu, 07 Maret 2012

Galau lagi Galau Lagi: Allah Tahu aja Deh..

Pernah merasa kehilangan sesuatu? Gimana rasanya? Tentu penggalauan terjadi di semua bagian. Kalo buatku, rasanya kayak sariawan (hehe, karena emang lagi sariawanan diriku). Bibir kering, perih-perih gimana gitu, sakitnya ngebuat makan nggak enak, bahkan minumpun porsinya jadi sedikit karena perihnya nggak ketulungan. Hahay meski lebay, tapi kebanyakan emang gitu kan ya?
Perasaan kebanyakan itu juga mampir ke aku. Huhh, harusnya dia nggak perlu mampir, harusnya langsung kuusir aja. Namun pengusirannya nggak segampang itu, men.
Butuh waktu. Butuh proses untuk meniadakannya. Macam sariawan, biar sembuh yah kudu dikasih treatment dulu. Kasih vitamin C atau yang serupa atawa perlu dibiarin aja. Tapi pembiaran akan menyebabkan kita terancam lama untuk sembuh. Mau? Actually, kalo aku ogah. Sakiiitttnya nggak menahan, men.
Terus gimana dong kalau galaunya nggak pergi-pergi meski dah ditreatment?
Hmm, pertanyaan pertama, “Beneran niat nggak pengen ngilangin galaunya? Percuma kalau niatnya belum nyampe ke hati. Yah dia nggak bakal pergi-pergi.
Pertanyaan kedua, “Kalau niatnya udah beneran full, udah beneran ikhlas nggak sih kita kalau galaunya pergi? Mungkin aja nih ya, sebenarnya kita masih ngarepin hal yang udah ilang tadi. Niatnya emang pengen ikhlasin, tapi kitanya belum siap. Kalau udah gini, buru-buru deh tenagai kalimat ini, “AKU BENERAN IKHLAAAASSS DAN SIAP MENERIMA APAPUN YANG TERJADI PADA HIDUPKU!”
Pertanyaan ketiga, “Kalau belum juga tenang tuh hati dan pikiran, buru-buru diinget, udah chatting sama Allah belum? Siapa tahu kita belum mengizinkan Allah untuk ikut campur menghilangkan penggalauan yang terjadi. Pan Cuma Allah yang pandai nangkep semua kegalauan yang ada dan menggantinya dengan perasaan tenang.
Nggak percaya? Mau bukti? Baiklah, aku ngaku. Sebenernya aku lagi galau (bahasa anak muda yang sebenernya amat kuhindari penggunaannya, tapi kejadian deh sama aku @,@). Aku bisa nanya tiga hal itu juga karena mendadak baru aja aku adakan sedikit renungan untuk rasa kegalauan malam ini. Aku nggak tenang meski aku udah sampe poin 2. Akhirnya, di tengah rasa nggak nyamanku itu, aku minta pada Allah untuk memberikanku rasa yang lebih tenang.
Subhanallah, setelah berdoa, tiba-tiba kubaca sebuah timeline di twitter. Kata-kata penghiburannya pas banget untuk penggalauan yang terjadi padaku.
***
“Tuhan menempatkan seseorang dalam hidupmu karena sebuah alasan, dan mungkin menghapusnya dari hidupmu untuk sebuah alasan yang lebih baik.”
***
Hati dan pikiranku mendadak lebih nyaman setelah itu. Rupanya Allah berkenan memberi penghiburan padaku. Bahkan kurasa malam ini Allah responsif sekali terhadapku. Yah, kayak timeline yang baru diposting, terus tiba-tiba dapet reply yang cepet.
Yup, Alhamdulillah aku udah dijodohin buat ketemu kata-kata itu malam ini.
“Tuhan tahu aja deh apa yang aku tanyakan, makasih yaa, Allah...

Senin, 05 Maret 2012

OK!

Sering ngerasa perih hatinya? Sakit pikirannya? Tak adil jalannya? Atau bukan pilihan terbaik bagi sebuah kemauan?
Wajar, namanya juga manusia. Kadang lurus kadang bengkok. Kadang nyaman kadang risih. Kadang optimis kadang pesimis. Semuanya serba "kadang" (asal jangan tinggal dikandang mbeek aja ^^).
Perihnya depresi karena tak adil atau tak menjadi pilihan itu seperti sindrom gatal-gatal kulit bagian dalam. Tak bisa digaruk tapi gatalnya nyata.
Lalu, masalahnya adalah kemana harusnya kita bawa depresi itu? Dan jawabannya hanya satu, "berdamailah dengan keadaan itu!"
Mencoba mengatakan pada depresi:
"Ok! Aku pilih berjabat denganmu."
"Ok! Walau kau adalah bagian yang tidak indah dari hidupku, namun kau kuterima dengan indah."
"Ok! Makasih sudah membuatku cemburu atas pilihan hidup yang orang lain terima, cukuplah aku bersama kehidupanku."
"Ok! Dengan takdir ini aku yakin jalanku akan sama baiknya dengan jalannya."
"Ok! Bukankah cerita tak ada yang sama persis? Maka akan kupastikan ceritaku akan semanis ceritanya."
"Ok! Hal inilah yang terbaik bagi kondisi jiwaku, semoga indah."

Do the right thing! Tak membandingkan hidup kita dengan orang lain. Kita sama-sama telah memiliki hal yang kita butuhkan walau tak serupa.

Ini Semua karena Tarbiyah

Memutar ingatan 4 hingga 5 tahun yang lalu melalui diary(aku baru sadar bahwa aku pernah punya diary). Sebagian isinya adalah puisi. Isinya ya seputar perasaan pribadi(kata adekku yang kecil, "cerita cinta-cintaan" ^^). Ada yang tentang harapan dan angan cintrong, kehilangan arah hidup, pikcau, pokoknya yang mellow(ga banget sekarang @,@), macam Love Hoping gitu deh. Beberapa kalimatnya gini nih,"kaulah satu-satunya yg dapat buat pikiranku kacau, aku takut kau menjauh, aku ingin dirimu selamanya, sampe melayang-layang di udara jg disebutin", beuhh nyebut nenk, gelo pisan noh!
Diary itu rasanya penuh dengan cerita pedih, aku aja ampe bilang,"duh kasian amat nenk hidupmu!" padahal itu untuk diriku sendiri, wkwk.
Kembali ke masa sekarang, ketika semuanya telah berubah. Ketika mulai memiliki lebih banyak referensi hidup, dan aku memilih untuk hidup di dalam tarbiyah, di dalam lingkaran yang dipenuhi dengan referensi hidup bergaya islami. Di dalamnya aku ditanamkan untuk senantiasa hidup dalam kesyukuran apapun kondisinya, berusaha tegar dan sabar dalam menghadapi berbagai macam kekecewaan, diminta kuat dan kokoh walau dalam kondisi melemahkan, dan satu yang utama, diminta percaya dan yakin pada segala bentuk ketentuan Allah atas hidup kita. "ikhtiar Ok, doa sudah, tinggal tawakkal pada Allah".
Apalagi yang perlu dicemaskan? Sedih, kecewa, dan terluka itu wajar dan manusiawi, tapi pasti Allah lebih tahu yang terbaik untuk kita itu apa.
Aku mengatakan wajar ketika galau, sedih, dan kecewa itu juga karena tarbiyah yang mengenalkanku untuk sebisa mungkin tidak tenggelam terlalu dalam dari citra rasa yang membuat pikiran kita hancur dan berantakan. Tarbiyah jugalah yang mengajariku untuk tidak mati ketika mati rasa dan akal mati-matian mengejarku.
Tarbiyah benar-benar akan membentakku jika aku lalai.
dan pasti tarbiyah juga yang akan memarahi&menghukumku jika aku khianat.
Karena tarbiyah, hidupku lebih baik dan semangatku agar senantiasa membaikkan masih terjaga. Semoga istiqomah. Amin..

Seperti Nyenye' dan Nyunyu'

Namanya Nyenye' (Cara penyebutan "e"nya seperti menyebut Kecap bukan Keras) dan Nyunyu'. Dia masih bayi dan terlalu imut untuk dipegang. Dia didatangkan oleh adikku yang paling kecil, katanya, "pengen temen baru". Terus dijawab sama boz, "ya okelah kalau begitu ^^". Apa boleh buat, ketika melihatnya aku dan adik pertamaku pun ikut jatuh hati pada dua pendatang baru ini.

Gayanya lucu banget, ya seperti bayi-bayi pada umumnya, cuma mereka terkesan lebih lincah. Apalagi si Putih Nyunyu', sering banget minta keluar dari rumah. Sempet berontak dan gigit-gigit gitu. Sebagai pengasuhnya, tentu kami tak akan membiarkannya keluar begitu saja. "Nanti dia nggak pulang-pulang dan nggak tega juga nangkepin mereka yang masih sangat imut itu, yang ada malah yang ngejaga teriak-teriak histeris, wkwk," begitu kata kami.

Hemm, nggak kerasa sudah seminggu lebih dia tinggal bersama kami. Sempat berpikir, "Apakah orang tuanya mencarinya atau malah melupakannya?". Entahlah kami juga tak tahu pasti apakah mereka bersaudara atau hanya dipasangkan oleh penjaganya sebelum kami. Yang jelas kami sekarang mencoba memberikan yang terbaik untuknya, walaupun kadang-kadang lupa memberinya makan dan minum. Ah semoga dia tidak kelaparan dan kehausan apalagi menyesal bersama kami. ^^

Pagi tadi, aku bahkan sepertinya kami semua lupa melihat keadaannya. Hingga tubuh mereka berdua terlihat menggigil. Langsung kulihat apa yang terjadi pada mereka berdua, "Ohhh tidaak, tempat mereka tidur semalam telah basah, dot yang terpasang sepertinya tumpah ke dalam "kasurnya". Penghangat yang disediakanpun ikut-ikutan basah. Walhasil mereka terlihat sangat kedinginan. Aku sudah tak sempat membersihkannya karena harus pergi dan memang aku tak biasa membersihkan tempat tidur mereka. You know why? Itu karena tempat tidur mereka bau pesing sekali dan terlihat kotoran-kotoran mereka berhamburan ke sana kemari. Jadi kuputuskan untuk menumpuk penghangat baru di tempat tidur mereka dan membawa mereka ke tempat yang lebih hangat(terkena sinar matahari). "Hmm, semoga mereka tak lagi kedinginan," ujarku sembari kembali bersiap untuk pergi.

Yupz, begitulah kisah Nyenye' dan Nyunyu' yang kini berada di rumahku. Dua makhluk yang berukuran mini dan mirip sekali dengan tikus itu(hanya saja ekornya sangat pendek) diam-diam mengajarkan kisah tersendiri untukku. Mereka lucu(bagi yang suka binatang ini tentunya) dan kita ingin sekali bermain-main dengannya. Namun ketika ia kotor, ia tidak mampu membersihkan dirinya sendiri. Ia harus mengandalkan manusia untuk membersihkan kandangnya. Dan sialnya, tidak semua orang mau membersihkannya di saat ia kotor. Padahal kita sadar dan tahu pasti tak enak rasanya berada di tempat yang kotor. Pasti Nyenye' dan Nyunyu" risih dengan keadaan seperti itu.

Dan kita yang bisa membersihkan diri kita sendiri,

Saat sadar sedang membutuhkan pembersihan diri,

Saat sadar sedang ingin sebuah kebahagiaan,

Justru kita malas membuatnya kembali bersih

Justru kita lebih sering membiarkan diri kita dalam keadaan tidak bersih,

Kita terlalu mudah merelakan diri kita terpercik lumpur,

Aku jadi malu pada hamster yang walaupun tidak diberikan kemampuan untuk membersihkan dirinya dan rumahnya, namun ia masih bisa merasakan risih karena tidak nyaman dengan kondisi tubuhnya yang hampir semalaman terkena air.

Aku jadi malu pada Nyenye' dan Nyunyu' yang walaupun tidak kuasa menghiindari gelinangan air tersebut,

Namun ia tahu ia harus mengamankan badannya dengan naik di atas putarannya.

Ini Tentang Mimpi, Kawan

Banyak orang bermimpi besar dan melakukan hal-hal besar untuk mewujudkan mimpi besarnya. Banyak juga orang bermimpi kecil namun sungguh-sungguh ia meniti mimpinya untuk meraih mimpi kecil tersebut. Mana sebenarnya yang lebih besar? Dari kacamata minusku, aku melihat kebesaran dari kesungguhan meraih mimpi kecil tersebut. Meraih mimpi besar dg cara yang besar belum tentu semuanya dilandasi dg kesungguhan. Namun tak semua cara besar diraih dg tanpa kesungguhan. Pun tak semua mimpi kecil diraih dg kesungguhan. Maka jika kesungguhan tak melekat, lahirlah kisah pahit dari rasa kekecewaan yang teramat sangat kala mimpi itu tak mampu digenggam tangan. Namun kawanku, kita tak termasuk barisan mudah patah arang, kan? Kita ini barisan pantang mundur yang menghalalkan cara besar maupun kecil yang berenergi baik mewujudkan mimpi besar dan mulia kita untuk kehidupan yang merindukan kesuksesan.
Kita ini kawanku, tak bisa hidup diantara jalan yang besar-besar saja.
Kita ini kawanku, tidak bisa sukses jika hanya mengandalkan kisah yang besar-besar saja.
Kita ini kawanku, sama sekali tak boleh melupakan hal-hal kecil yang siap mengantarkan kita menuju mimpi besar. Kita ini kawanku, berasal dari dunia kecil yang makin lama makin membesarkan kita.
Kita ini kawanku,
takkan mampu bertahan dengan adanya peremehan dalam hidup.
Kawanku yang sama mimpinya dengan mimpi besarku,
jika timbul meragu pada jiwa,
pikiran ribet nan ruwet yang menghantui,
ingati saja,
bahwa jalan kecil ini begitu mulia, hentikan pengabaian itu. Mimpi kita sungguh-sungguh, kan?

#Mari sama-sama kita munculkan kembali niatan tulus kita, bulatkan tekad, kuatkan diri, kencangkan senjata, mari melompat lebih tinggi! Syaaatt melesat lebih dahsyat dg menjadi motivator bagi diri sendiri...

Bukan Mario, Tapi Allah

Di beberapa kesempatan aku selalu mengatakan bahwa aku telah banyak terinspirasi oleh seorang pria berkarismatik. Aku pernah mengatakan,”mungkin aku mencintainya!” Aku tak peduli walau ia seorang lelaki beristri. Aku juga tak peduli jika nanti istrinya marah (ya kalau marah, dikasih senyum manisku aja, he). Kepercayaanku akan inspirasi yang ia tularkan terlalu melekat padaku. Hingga pada saat aku harus memberi motivasi pada seseorang, ya kata-kata motivasinya nggak jauh-jauh dari kata-katanya “Membaikkan”, “Memberi potensi baik”, juga “mendamaikan”. Ini bukan mencatut apalagi plagiat, Hal ini lebih tepat dinamakan virus inspirasi yang telah diinspirasikan(nah ham bahasanya bikin puyeng ndiri ).
Hemm, apakah ada kesalahan dengan aku dan rasaku? Aku belum merasa bersalah. Bukankah kita dianjurkan untuk mencintai seseorang yang juga dicintai Tuhannya? Dan aku yakin, bahwa Tuhanku mencintai sosok dan jiwanya yang senantiasa berusaha menularkan potensi baiknya.
Dia, ya dia yang biasa disapa Mario Teguh, memiliki berpuluh ribu pengikut, bahkan menjadi ikon facebook fan terbesar kedua di dunia seringkali menjadi inspirasiku dalam membaikkan pikiranku serta turut andil dalam karakter tulisanku. “Ayahanda Mario Teguh is my inspirator,” aku masih mempercayai pikiranku ini hingga beberapa jam yang lalu. Sampai di mana aku harus memutar otak untuk mencari inspirasi baru.

Ada di Sekeliling Kamu - Izinkan Cewok menjadi Makhluk Tuhan

Pernah mendengar istilah cewok? Atau baru aku yang menggunakannya? Walau belum familiar, sungguh aku tak bermaksud membingungkanmu, sahabat. Istilah cewok berangkat dari kebingunganku untuk menilai sesuatu yang tidak biasa dari kacamata minusku. Bahkan bagimu juga bisa jadi tidak biasa.
Hal ini sebenarnya sudah kusadari sejak lama, sejak aku belum mengerti istilah yang tepat untuk menerjemahkannya. Awalnya aku sangat risau dan tidak mau menerima hal tersebut, namun semenjak belajar harus selalu berdamai dengan hal yang bertentangan, akupun paham bahwa aku harus menerimanya.
Seminggu yang lalu, aku ikut berpartisipasi dalam persiapan syukuran pamanku atas kelahiran anaknya. Kalau wanita, bentuk partisipasinya tak jauh-jauh dari bagian dapur, menyediakan berbagai jenis hidangan untuk para tamu. Dalam proses penyediaannya, para kaum hawapun berkumpul, termasuk para tetangga pamanku. Seperti istilah “sayur tanpa garam tentu tak nikmat”, perkumpulan para wanitapun memiliki satu jargon yang sudah tak asing lagi, apalagi kalau bukan “ngumpul tanpa ngegosip tentu tak lengkap”. Berjam-jam di dapur, berbagai macam topik muncul. Aku hanya sesekali memberi komentar atas pembicaraan para wanita yang tentunya lebih tua dariku dan kupikir belum saatnya bagiku untuk terlalu banyak nimbrung. Hingga sampailah pada topik yang berhasil menarik perhatianku termasuk menjadi inspirasi menulis saat ini. Wanita itu membicarakan kelakuan aneh anak gadisnya yang bersikap terlalu lelaki. Dari ujung rambut hingga ujung kaki, tidak ada pertanda bahwa ia adalah seorang perempuan. Suaranya, cara berpakaiannya, juga sikapnya seperti lelaki tulen. Bahkan sebagai remaja normal, iapun memiliki kecenderungan untuk memiliki pasangan. Dan ia memilih pasangan dari jenisnya sendiri, perempuan. Orang yang tidak mengenalnya secara dekat, pasti tidak akan pernah curiga atau mempertanyakan, “ini makhluk sebenarnya cewek atau cowok sih?”
Kelainan ini tak hanya ditemui pada para wanita yang memiliki perawakan hingga sifat lelaki tulen. Ada juga lelaki yang penampilannya seperti wanita tulen dan sifatnya lebih gemulai dibandingkan para wanita. Aku pernah bersinggungan dengannya ketika aku masih semester dua di perguruan tinggi, tepatnya tiga setengah tahun lalu. Saat itu aku bersama sekelompok teman kuliah mendapat tugas lapangan untuk mengadakan penelitian terkait kehidupan masyarakat menengah ke bawah. Berbagai macam judul penelitian ditawarkan sang dosen untuk masing-masing kelompok, dari potret kehidupan gelandangan dan pengamen, anak jalanan, hingga kehidupan para lelaki yang menyerupai wanita(baca: waria). Tawaran terakhir adalah deskripsi tugas yang harus kelompokku teliti. Dengan ringan kami menerima tawaran sang dosen. Perasaan was-was tentu ada, namun segera dileburkan oleh pernyataan teman sekelompokku yang mengaku mengenal satu komunitas objek penelitian kami. “Waria salon!” Merekalah yang akan kami hadapi selanjutnya. Dengan persiapan seadanya, kamipun langsung menuju TKP. Di depan salonnya, perasaan was-was kembali muncul. Namun seperti yang pertama, perasaan inipun melebur dengan segera ketika kami disambut hangat oleh para waria yang memang berdandan selayaknya wanita cantik. Dan jujur, salah satu diantara mereka memang cantik. Wajahnya lonjong dan nampak terawat, pipinya tirus, dagunya lancip, dan bibirnya tipis. Para pria pasti juga akan tertarik padanya ^^. Setelah lumayan terpana dengan pemandangan yang kami saksikan, perlahan kamipun mulai melakukan wawancara. Kami sangat hati-hati memilih kalimat yang ingin dikeluarkan. Kembali kami dibuat terpana oleh sang objek penelitian kami. Caranya menjawab, gaya bahasanya, tutur katanya, serta pengetahuan yang ada dalam pikirannya benar-benar cemerlang. Bahkan, sahabat harus tahu hal ini, sebelum ia memberi jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang dilontarkan ia mengatakan, “Sebaiknya ketika melakukan wawancara, perkenalkan dulu personal-personal interviewernya, darimana asalnya, dan dalam rangka apa melakukan wawancara,” ujarnya tersenyum ramah dan tidak nampak menggurui. Kami tersipu malu karena lumayan merasa harga diri kami sebagai mahasiswa perguruan negeri telah jatuh karena tidak mengerti hal ini. Namun kami tetap berusaha nampak biasa dan terus meluncurkan pertanyaan-pertanyaan ke beberapa personil lainnya. Selain berhasil membuat kami terpana akan respon-respon mengagumkannya, kamipun dibuat tercengang oleh pengakuan-pengakuan komunitas lelaki berwajah wanita ini. Mereka menceritakan tanggapan orang tua atas keputusan mereka untuk berhijrah menjadi wanita. Tentu tidak ada orang tua yang memberikan tanggapan positif atas keputusan yang mereka tempuh. Dengan sederhana mereka menjawab, “orangtua tidak bisa memaksakan naluri kami yang cenderung mirip wanita ini, kami hanya perlu menutup kuping kami jika ada tetangga yang mencemooh”. Para pria berpoleskan make-up wanita ini juga memaparkan bagaimana caranya mendapatkan seorang pria untuk diajak berkencan. Dan ternyata jurus mereka tak jauh-jauh dari materi. Mereka sangat memanjakan sang kekasih dengan uang dan hadiah-hadiah besar. Mereka tak segan memberikan handpone canggih yang sedang beredar pada saat itu. Dari sisi yang lain, ada satu lagi pengakuan mencengangkan. “Di hari Jumat sebagaimana para lelaki pergi ke masjid untuk shalat jumat, kamipun turut melaksanakannya. Kami juga menggunakan sarung dan peci,” ungkap salah seorang dari mereka dengan tersenyum bijak. Sungguh, kami hampir tak percaya atas pengakuannya, namun ini realita, bung! Fyuh, syukurlah masih ada jiwa prianya. Satu hal lagi yang berhasil kami himpun, para penyuka sesama jenis ini juga memiliki komunitas resmi. Kalau di Samarinda namanya Perwasa(Persatuan Waria Samarinda). Dahsyat kan, ini fakta!
Dari dua kisah ini akupun belajar membelalakkan mata untuk tidak memandang mereka sebelah mata. Kalau mau jujur-jujuran, tentu merekapun tidak mau menjadi kelompok minoritas atau kelompok tengah-tengah. Mereka sesungguhnya sadar bahwa ada yang salah dengan orientasi seksual mereka. Merekapun juga heran dengan kecenderungan seksual yang mengarah pada sesama jenis. Namun merekapun berpikir sama seperti kita berpikir tentangnya, mereka tidak mengerti apa yang telah terjadi padanya, fisiknya, dan nuraninya. Yang mereka tahu hanyalah ingin menemukan jati dirinya seutuhnya. Bukankah hal itu juga tertuang dalam jalan pikiran kita? Bukankah kita yang nalurinya normal selalu ingin mengenal dan memahami jati diri kita? Lalu apa yang salah dari mereka, “si makhluk antara cewek dan cowok”? Bukankah mereka lebih hebat dari kita karena telah menemukan jati dirinya? Terlepas dari latar belakang penyimpangan dan pengucilan yang terjadi pada diri mereka, sesungguhnya mereka sama. Mereka makhluk Tuhan yang butuh kasih sayang. Mereka makhluk Tuhan yang rindu untuk selalu dirindukan keluarga dan para kerabat yang kini tak menerima keberadaannya. Mereka makhluk Tuhan yang baik dan ingin juga memberi potensi baiknya kepada orang lain. Mereka juga makhluk Tuhan yang ingin dihargai keberadaaannya. Maka dari sekarang, izinkan mereka menjadi makhluk Tuhan yang terkasih. Izinkan ia mengasihi hidupnya dan membagikannya kepada dunia. Bantu ia untuk mengatakan, “Betapa Tuhan tidak pernah menciptakan makhluk-Nya dalam keadaan tidak adil, terkucilkan, dan terhinakan!”

Samarinda, 19-07-2011
Di Kamar inspiratifku, 20:46 Wite.

Fans

Kutulis catatan ini dengan kembali mengingat momen di beberapa kesempatan. Saat beberapa kawan lagi ngobrolin tentang sosok yang mereka sukai dan kagumi, saat adik bener-bener lagi menggandrungi salah satu personil Boy Band yang namanya lumayan di sorot, saat banyak yang tersihir oleh Boy Band asal Korea, dan saat lumayan banyak menyaksikan dan mendengar pengagum rahasia mengagumi sosok yang menurutnya istimewa.

Di beberapa kesempatan aku sempat iseng bertanya pada beberapa dari mereka yang mulai antusias untuk bercerita tentang sosok yang mereka sukai, “Kalau kalian pada nge’fans sama seseorang, terus aku bagusnya nge’fans sama siapa donk??” begitu tanyaku sambil tersenyum geli. Sebenarnya tanpa mereka tahu saat itu bahkan saat kutulis catatan ini, aku juga sedang berpikir keras tentang pertanyaan senda gurauku itu.

“Hmm, siapa ya orang yang kusukai?”

“Siapa ya orang yang bisa ngebuat aku berada pada posisi sama seperti mereka yang sedang nge’fans sama seseorang?

“Siapa ya?”

“Siapa doong?”

“Siaapaaa???”

Sepertinya partikel-partikel di otakku mulai malas untuk bekerja dan memilih beristirahat untuk memikirkan tentang pertanyaan SIAPA.

Akhirnya saat partikel-partikel itu lelah mencari, kutarik kesimpulan bahwa pertanyaan SIAPA saat ini belum masuk dalam memori pikiranku.

Lalu pertanyaannya adalah, saat semua orang merasa SIAPA itu telah berada dalam pikirannya, bagaimana denganku yang kosong tanpa pertanyaan SIAPA? Apakah tandanya aku akan tertinggal dari yang lain? Apakah hari-hariku akan kosong karena belum mendapat jawaban atas pertanyaan SIAPA.

Hmm, maka tanpa rasa sedih dan minder akupun akan menjawab,

HARI-HARIKU AKAN TETAP BERWARNA MESKI TANPA JAWABAN SIAPA.

SIAPA HANYALAH SALAH SATU DARI BANYAK

AKU MASIH PUNYA APA, BAGAIMANA, DIMANA, KAPAN, DAN MENGAPA SEBAGAI PERTANYAAN UNTUK BAHAGIA.



Dulu aku memang punya SIAPA,

Dulu aku menganggapnya segalanya,

Namun semua itu hanyalah dulu,

Dan sekarang semuanya hanya menunggu dan mengusahakan waktu yang terbaik.



Mungkin, selama ini kita terlalu banyak menyita waktu untuk memikirkan SIAPA, kita lupa masih ada pertanyaan lainnya yang sebenarnya mampu mengefektifkan waktu selama masih bernafas. Pertanyaan yang kita lupakan itu mungkin akan menjadi pintu-pintu kebahagiaan lainnya. Jadi intinya, ini bukan hanya tentang SIAPA...

Bukan masalah trauma, namun Ini masalah PRINSIP!
I believe in God!

Wishes

Meminta pada Tuhan malam ini,

Waktu pertama,

“Rendahkanlah hatiku jika ia nampak meninggi

Seperti udara yang tak pernah menampakkan wujudnya

Seperti suara yang tetap setia menyembunyikan zatnya”



Waktu kedua,

“Tenangkanlah hatiku jika Engkau menangkapnya tengah resah

Bantu aku agar tak terlalu lama merasa gelisah

Beritahu aku jika hal itu seharusnya tak berhak membuatku resah”



Waktu ketiga,

“Maafkan aku jika aku belum juga lulus dalam salah satu ujian-Mu

Kuatkan aku untuk menghadapinya jika aku harus menghadapinya

Atau izinkan aku meminta hati yang mudah mengabaikan jika aku harus mengabaikannya”



Waktu keempat,

“Berikan aku kelapangan untuk membuat ‘sesuatu itu’ kembali tiada

Biasakan aku kembali tanpa ‘sesuatu itu’

Berikan aku kemampuan untuk menghentikan 'sesuatu itu'

Tidurkan aku dalam kerelaan untuk kembali menyadari beginilah cara-Mu menjagaku”


"Ya Allah, kuatkanlah dan berikanlah kesabaran agar kami ikhlas menerima ketetapanMu, kehilangan orang yang kami sayangi untuk melangkah ke masa depan yang lebih baik. Ya Allah jadikanlah kami berguna untuk sesama, menolong, dan membantu orang lain yang juga kehilangan orang yang disayangi."

Jangan Mati!

Everytime u feel like u can't go on,
u feel so lost,
that your so alone,
all u is see is night,
and darkness all around,
u feel so helpless,
u can't see which way to go,
don't despair N never loose hope,
cause Allah is always by ur side.(Maher Zain)


Tulisan ini bukan tentang mengelak atau menentang takdir. Tak ada yang berani melakukan hal macam itu kecuali jika selama hidup terlalu lena dan lalai.
Aku ingin berbicara tentang kematian. Bukan kematian fisik, tapi kematian sebelum kematian fisik. Kematian ini rentan dirasakan sebagai kesakitan fisik yang akut. Badan masih merasai, tapi ruh seolah mati. Sakit! Lemah! Dan tak kuasa memandang ke depan. Buntu jika harus menghidupi hidup yang hampir mati. Jarum-jarum kehidupan seolah membunuh raga. Letih jika harus menanjak. Nyilu ketika bergesekan dengan ilalang panjang. Perih jika tertusuk duri. Mengayun bendera putih jika telah jatuh dan berdarah. Tak diragukan lagi, kematian itu akan tiba. Jika tak mau bangun, tak ada yang akan memberikan perban. Tak ada yang akan peduli berapa banyak darah yang mengalir jika berhenti menanjak. Tak ada yang mau melepaskan duri-duri nan tajam jika tak segera melewatinya.
Kubilang jangan mati! Belum saatnya untuk mati. Menanjak dengan tak mempedulikan darah yang mengalir lebih baik daripada mati dalam raga yang tak mati.
Jangan mati dalam fisik yang tidak mati! Karena duri itu akan terus menyakiti jika hanya terdiam dalam tajamnya duri.
Jangan mati saat hidup memilih untuk hidup! Jika tergesek ilalang, maka pangkaslah dengan segenap kekuatan.
Jangan mati kala yang lain mati-matian menerjang hidup!
Hanya pengecut saja yang memilih mati sebelum mati.
Jangan mati dalam aktifnya jantung bekerja
jangan mati dalam lancarnya darah mengalir
jangan mati dalam silih bergantinya oksigen dan karbondioksida
jangan matikan ruh yang tidak mati!
Jangan mati dalam ramainya pencarian makna hidup!

Penting Nggak Penting

Beberapa waktu lalu aku mendapat telpon dari seorang pria yang tak kuingat dan kukenal nama juga nomor hapenya. Seusai memberi ucapan selamat pagi, memberitahu namanya, dan menyebutkan tempatnya bekerja suara di seberang sanapun mengatakan “Selamat, anda mendapat undian dari …. (menyebutkan operator selularku) serta menyebutkan nominal yang kuterima dari undian itu”. . Haha, tentu saja kurespon kalimatnya dengan membubuhkan tawa lucu tanda aku tak percaya dengan apa yang ia katakan. Namun dengan kalimat dan nada meyakinkan. lelaki itu tetap berusaha membuatku percaya. Hingga ia memanggilkan pimpinannya untuk berbicara langsung denganku. Kudengarkan kalimat yang disampaikan pimpinannya lalu kembali kujawab, “Maaf, saya nggak percaya”. Beberapa kali kuulang pernyataanku dan alasan-alasanku mengapa harus tak percaya. Namun tetap saja ia memaksaku untuk percaya. Dalam pikiranku, semua ini tak masuk akal. Wong aku nggak pernah ikut undian kok, bagaimana bisa menang undian? Tapi heran juga aku, meski aku tahu bahwa ada yang aneh dengan pembicaraan via telpon ini, aku tetap belum menutup teleponku. Lalu sampailah pada pernyataan, “Kalau begitu mohon mbak sekarang ke ATM terdekat dan kami akan langsung mengirimkan uangnya”. Hahaha, makin aku geli mendengarnya. bagaimana tidak, wong aku nggak punya ATM, kalaupun ada paling sudah hangus karena tak pernah kugunakan lagi. Perlahan kukatakan, “Maaf ya mbak(pimpinannya itu seorang wanita), sepertinya mbak salah orang”, Tut, langsung kuputus telepon itu.
Belum sampai semenit, Handphoneku berbunyi lagi. Yeah, dari nomor yang sama. Rupanya mereka belum puas bermain-main denganku. Baiklah, kuangkat kembali telpon itu. Ditelpon kali ini dia meminta nomor ATM temanku yang kira-kira bisa membantu penyaluran uang itu. Karena dipaksa kulibatkan satu pihak di seberang sana yang kebetulan adalah adikku di sebuah organisasi (Maaf ya, yang ngerasa pernah kurepotkan dengan telepon aneh, ini merupakan sebuah ujian seberapa besar rasa kekeluargaan kita, kalau ditipu, harus tertipu bareng-bareng. Ngeles.com :D). Saat itu aku, adekku, dan dia terhubung dalam satu jaringan (So sorry, aku nggak ingat nama kerennya nelpon rame-rame lebih dari dua pihak itu apa). Seusai adekku menutup telpon, satu pertanyaan aneh yang menambah daftar kejanggalan terhadap berita dua orang di seberang sana. You know what? Si pimpinan tiba-tiba bertanya, “Siapa itu? Pacarnya ya? Kok kayaknya deket banget?” Gedubrakkkk, tak habis pikir aku ternyata pimpinan provider bisa juga usil untuk menanyakan hal yang nggak penting. Bagaimana bisa? Haha, It was really something. :D

Atau lumayan sering rasanya mendapat kiriman sms yang sebenarnya aku nggak ngerti maksudnya apa. Tentu ini terlepas dari sms-sms yang bertemakan “Mama minta Pulsa” yang sudah popular se-nusantara ini.
Pesan singkat dari nomor tak dikenal yang paling kuingat adalah “Selamat malam Indonesia…”
Pesan ini yang paling rajin mengunjungi kotak masukku.
Ada juga yang cuma mengirimkan tiga huruf saja, “Ehm”
Atau beberapa kata lucu nan singkat lainnya yang kadang membuatku tersentak kaget baik karena pujian, ungkapan, maupun seperti mengingatkan/ wanti-wanti pernah juga singgah di handphoneku.
Meski aku nggak bener-bener paham maksudnya, entah karena iseng, nggak ada kerjaan, atau mungkin juga terlalu peduli, namun kiriman sms itu cukup menghiburku. Jika bernada sapaan, maka kusapa ia pula dengan tulus. Jika ia bernada pujian, maka semoga itu tidak menghanyutkan. Jika ia bernada teguran, semoga itu menjadi bahan renungan untuk selalu introspeksi. Meski semuanya terlihat tak penting bagi kita, mungkin dari sudut pandang yang lain hal itu menjadi penting. Intinya, penting nggak penting, silahkan mengukur kepentingan untuk semua yang kita lakukan. Semoga kita pandai memilih hal penting yang harus kita kerjakan, dan diberikan kemudahan untuk mengabaikan hal yang tidak penting.
Semangat untuk hidup kita yang teramat penting!!!

That’s a Life!

Aku Belajar dari kesedihan
Aku belajar dari ketertekanan
Aku belajar dari kehampaan
Aku belajar dari kesendirian
Aku belajar dari ketersepelean
Aku belajar dari keterkejutan
Aku belajar dari kata “ditinggalkan”
Aku belajar dari beratnya beban
Aku belajar dari airmata

Aku belajar dari kekuatan
Aku belajar dari keteguhan
Aku belajar dari cinta
Aku belajar dari semangat
Aku belajar dari tujuan

Aku belajar dari kata ‘tulus’
Aku belajar dari kata ‘rela’
Aku belajar dari kata ‘juang’
Aku belajar dari kata ‘takkan menyerah”
Aku belajar dari kata ‘sabar’

Aku belajar untuk kalimat “Ini bukan obsesi”
Aku belajar untuk manfaat

Ditinggalkan, ditekan, dibebankan, maupun disepelekan memang bukanlah hal yang bisa sekejab menghilang bagi yang merasakan. Namun itulah mahakarya dari ujian.
Kita berlatih kuat meski tengah disibukkan dengan penekanan-penekanan.
Kita berlatih tegar meski dilanda kesedihan, ketersepelean, dan keterkejutan takdir
Kita berlatih teguh dengan cara menghadapi berkali-kali ujian ditinggalkan.
Semua itu adalah tangga kehidupan.
Semuanya memang harus terlewati.
Berjuang dan bersabar melewatinya dengan tulus dan rela berbasah-basah ria dengan airmata tanpa merasa harus menyerah membuat kita merasa lebih damai menjalani hidup.
Percayalah semuanya akan baik-baik saja.
Hanya perlu persiapkan mental untuk menghadapi hal yang terburuk sekalipun,
Selalu optimis dan,
Ingat Allah.

Kesel??? Nggak Nggak Nggak Kuat…

Beberapa pekan yang lalu, aku dan beberapa rekan punya janji untuk makan bersama di sebuah rumah makan dalam rangka closing sebuah event kerjasama 2 lembaga kemahasiswaan. Saat itu kami menyantap makanan sambil membicarakan salah seorang dari kami yang tak kunjung datang. Kami terus saja menghubunginya, bahkan salah satu dari kami telah menghubunginya sejak pagi, namun tak satupun telepon dari kami ia angkat. “Ada apa gerangan dengannya?”, begitu pertanyaan yang selalu kami lontarkan antara satu dengan yang lain sambil bertatap muka mengharap mendapat titik terang. Memang, beberapa jam sebelum agenda makan bersama itu, ada sedikit masalah mengenai perpindahan waktu. yah, semacam miss komunikasi gitu. Semua menduga-duga, mungkinkah ia marah dan merasa tersinggung karena masih mempermasalahkan waktu itu. Dalam posisi seperti itu, aku sebenarnya sangat kesal pada orang yang notabenenya lebih senior daripada aku itu, namun sembari terus menghubunginya kukatakan pada yang lain, “Mungkin tiba-tiba dia ada pekerjaan mendadak yang nggak bisa ditinggal!”. Rasanya nggak mungkin juga hal sepele macam itu menjadi alasan tidak hadirnya ia di agenda tersebut.
Setelah sekitar satu jam lebih, kamipun mengakhiri makan. Mengingat ini merupakan Closing agenda dan tak ingin menciptakan rasa tak enak antara satu dengan yang lain, kamipun menyempatkan untuk memesan satu bungkus nasi beserta lauknya ditambah jus untuk salah seorang dari kami yang tak hadir. Kami memutuskan untuk pergi ke rumahnya. Jreng jreng, sesampainya di rumah, orang yang kami harapkan telah berada di rumah ternyata belum pulang. Kamipun menghubunginya kembali, bahkan orang rumah ikut menghubunginya. Berkali-kali telpon kami tak ia angkat. Kekesalanku rasanya hampir di ujung tanduk sampai akhirnya telepon tersembung juga dengannya. Kupikir ini sebuah jalan terang, tapi perkataannya di seberang sana justru menjadi marabahaya bagi keselamatan pikiran dan hatiku, ibarat gunung merapi, udah saatnya hampir meletus (hehe, lebay ya..), “Saya belum bisa pulang sekarang. Datang aja ke blablabla (sambil menyebut lokasi ia berada)”.
“Apaaa?? Ngelonjak banget sih ni orang. Sudah nggak kasih kabar, terus gabisa nyempatin waktu untuk pulang barang sebentar untuk menemui kami. Keterlaluan!” Ujarku kepada salah seorang rekan.
Dengan berusaha tampil tak terlalu kesal (tapi sepertinya lumayan tampak), kamipun memutuskan untuk mendatanginya di tempat yang ia maksud.
Sesampainya di sana, aku dan partnerku yang memang suka bicara apa adanya dan lumayan ekspresif tentang apa yang dirasa langsung menceramahinya panjang lebar di depan yang lain. Kami sampaikan kekesalan padanya dengan wajah yang terlipat tiga dan nada yang lumayan tinggi bercampur khas kami yang cerewet. (Yah maaf, kalau terlalu ekspresif)
Setelah itu kami menarik nafas dan menurunkan tensi keemosian kami. Kami mulai membentuk senyum lagi dan mengatakan “Maaf lahir batin, kak!” karena semenjak lebaran belum pernah bertemu dengannya lagi.
Iapun mulai menjelaskan alasannya. Hmm, alasan yang lumayan masuk akal. Setelah ia menceritakan alasannya, kami berdua pun langsung menimpali, “Tapi konfirmasinya donk kak kalau nggak bisa, jadi orang nggak salah sangka!” ucapan itu sekaligus menyiratkan solusi atas kesalahan yang ia perbuat atas ketidaksempatannya membalas sms/ merespon telpon kami.
Setelah itu, semuanya mereda. Tak ada lagi kekesalan di antara cakap kami. Bahkan di dalamnya terselip canda yang benar-benar tulus tanpa dendam. Kami seolah melupakan kejadian yang baru beberapa jam kami alami.
Yup, semuanya berakhir bahagia, pulang dengan perasaan kenyang dan lega.
Dari peristiwa itu, beberapa yang akhirnya menjadi catatan pentingku. Adakalanya kita perlu mengungkapkan kekesalan agar kita menemukan titik terang. Tentunya kekesalan itu diungkapkan dengan cara yang masih wajar dan tidak membuat suasana makin panas. Biarkan ia mengetahui betapa kita kesal padanya dengan harapan bisa menjadi koreksi baginya agar tak mengulangi lagi. Lagipula, lebih baik diungkapkan di hadapannya kan daripada ngedumel di belakang tapi nggak dapat jawaban pasti dan solusi pun entah nyangkut dimana. Pikiran jadi dipenuhi prasangka negatif.
Hm, jadi teringat pesan seorang kawan ketika aku dan diapun tengah menghadapi perbedaan pendapat, “Seorang sahabat tidak akan mencampur antara ciuman dan tamparan”. Selama hal itu untuk kebaikan orang terdekat kita, maka sampaikan.
Satu lagi yang tak kalah penting. Hal ini biasa diadaptasi oleh kebanyakan orang. adapula kalanya kita harus menutup kekesalan dan menghiburnya dengan kalimat “Sabaaaarr, tak semua hal bisa kau pandang dari sisimu”. Berpikirlah yang jernih, jangan sampai kekesalan itu hanya muncul karena desakan keegoisan kita.

Surat Cinta sang Bodyguard Hati: Aku hanya Belum Ingin, Ma!

Dear Mama…
Kuawali suratku ini dengan mengucap syukur karena kebesaran Tuhan telah memberiku izin untuk menjadi salah satu anakmu.
Ma, boleh langsung cerita ya? Semua ini tentang sebuah keluh yang belum sempat kuceritakan sepenuhnya padamu. Bukan karena takut, namun khawatir engkau belum siap menerima semua tuturku tentang hal yang akan kuceritakan ini. Aku belum sanggup untuk bertutur secara langsung padamu, maka kuputuskan untuk menulis sepucuk surat untukmu. Semoga hatimu tak dirundung kecemasan yang terlalu dalam ya, Ma. Aku tahu engkau wanita yang mudah bernegosiasi dengan pilihan baik anakmu.
Ma, ketika berpuluh kekhawatiranmu tentangku kau lontarkan, sesungguhnya hanya cukup satu alasan yang membuatku selalu menghindar dari keinginanmu. Aku hanya punya satu alasan yang paling masuk akal untuk disampaikan padamu. Meski aku memiliki lebih dari satu jawaban, aku akan tetap memberikanmu jawaban yang sama agar kau bisa memahami apa yang ada dalam pikiranku. Jikapun engkau belum bisa memahami sepenuhnya, setidaknya dengan jawaban itu engkau bisa menghargai keputusanku saat ini. “Aku hanya belum ingin, Ma!” Begitu kan hal yang selalu kuungkapkan padamu jika engkau mulai menggerogotiku dengan pertanyaanmu yang satu itu. Pertanyaan yang sebenarnya kupingku pun telah lelah mendengarnya. “Siapa lelaki pujaanmu saat ini?”
Hm, meski hanya sanggup menghela napas panjang, sebenarnya sangat wajar mama bertanya seperti itu padaku. Aku tahu gadis seusiaku pada umumnya telah memiliki pujaan hati yang setia menemani perjalanan kuliahku yang telah mencapai semester akhir. Sementara anak pertamamu ini tak pernah lagi menunjukkan pria pujaannya pada sang mama. Ma, mungkin jika kujelaskan semuanya, engkau takkan mengerti sepenuhnya. Maka kupilih untuk mengatakan hal yang sama padamu tiap kali pertanyaan itu muncul dari mulutmu.
Ma, Ingin sekali kukatakan padamu bahwa hidup ini tak melulu soal cinta sepasang kekasih seperti kebanyakan sinetron. Tak sekedar itu, Ma. Ada banyak hal yang perlu kulakukan dalam hidupku. Terlebih aku seorang aktivis. Aku sungguh tahu, Ma, kita sama-sama punya kisah cinta. Namun kisah cintaku untuk saat ini bukan kepada seorang lelaki yang sangat kau tunggu-tunggu kehadirannya. Ma, Tahukah engkau, di luar sana(baca: kampus) aku mati-matian meminta adik-adik tingkatku untuk selalu berhati-hati dengan hatinya. Aku meminta mereka agar tidak mudah terpesona dengan rayu-rayu liar para lelaki. Aku meminta mereka agar tak mudah jatuh dan terjerat dalam cinta yang dangkal. Ma, hal ini kutanamkan pada adik-adikku bukan karena aku trauma masa lalu atau bukan karena ajang balas dendam agar patah hatiku di masalalu bisa lenyap. Sungguh, bukan karena itu, Ma. Mama pasti ikut menyaksikan betapa banyak wanita yang bunuh diri karena putus cintanya. Betapa banyak wanita yang rela kehilangan kesucian dirinya dan mengatasnamakan cinta untuk hal itu. Semua itu karena cinta yang dangkal, Ma. Aku hanya tak ingin menikmati cinta yang dangkal itu.
Ma, aku merasa dulu aku bodoh telah menangis berhari-hari karena pria yang belum tentu menjadi kekasih halalku berhasil membuatku meneteskan airmata kesedihan. Ia berhasil menghilangkan beberapa hari bahagia yang harusnya kunikmati di tiap harinya. Aku bodoh membiarkan tangannya nakal menyentuh tanganku dan beberapa bagian tubuhku. Aku malu Ma, ketika suatu hari nanti aku menikah dan suamiku bertanya, “Apakah tanganmu yang saat ini kupegang pernah disentuh orang lain?” Aku malu Ma memberikan sisa-sisa kesucianku pada lelaki terkasih dunia-akhiratku. Aku malu Ma jika suatu saat suamiku menyindirku, “Katanya cinta, tapi kenapa aku hanya diberikan sisa-sisa dari orang lain?”
Mamaku tersayang, engkau harus tahu bahwa aku ini anandamu yang sedang belajar menjaga diri dari kejahatan duniawi. Kita kan wanita, Ma. Kita pasti punya keinginan yang sama untuk dihargai. Ya, mungkin cara menghargai versiku dan engkau berbeda. Mungkin bagimu cara menghargai yang baik adalah ketika ada pria yang begitu perhatian pada wanita, kemudian ia selalu memberikan yang terbaik bagi wanitanya, dan selalu setia di samping sang wanita meski belum ada Ijab Qabul diantara mereka. Namun duhai mama, bagiku cara sebenar-benarnya untuk menghargai adalah ketika seorang pria mampu menutupkan perasaannya dan tak pernah menunjukkan kepada sang wanita hingga waktu yang tepat versi Tuhan mengamini kisah cinta sang pria dan wanita tersebut.
Duhai wanita yang telah bersusah payah membawaku di dalam perutnya selama lebih dari sembilan bulan, Ingin juga kuungkapkan padamu bahwa ruang untuk cinta di hatiku yang kau lihat kosong sesungguhnya telah terisi. Engkau mungkin belum mengerti cinta seperti apa yang kumaksud, namun cintaku ini telah menjadi prioritas bagiku, seorang gadis berjilbab yang merindukan perubahan dalam cinta. Aku sangat ingin mencari cinta yang menguatkan pundakku, mengokohkan pijakanku, dan meneguhkan kehormatanku sebagai wanita. Aku ingin mendapatkan cinta yang tidak egois. Cinta yang tumbuh dan berkembang untuk kebaikan hidupku dan orang-orang di sekitarku. Aku ingin menjadi taman bagi bunga melati. Membiarkan semua orang menikmati aromanya dan mengizinkan setiap orang yang tersentuh oleh harumnya menanam sang melati di pekarangan rumahnya. Aku ingin cintaku saat ini menjadi aroma yang sangat kuat bagi catatan hidupku. Dan aku telah menemukannya, Ma. Jika engkau bertanya bagaimana wujudnya? Maka bukan sosok yang akan kau temui. Ia tak nampak oleh pandanganmu, Ma. Ia abstrak bagi manusia namun nampak nyata untuk pengerjaannya. Dialah tanggung jawab yang diturunkan Tuhan dan harus kusambut dengan sepenuh hati sebagai aktivitas yang memenuhi hari-hariku. Aku mencintai gelar aktivis muslimah yang kusandang, Ma. Aku cinta pada training-training motivasi yang melibatkanku sebagai salah satu panitianya. Aku cinta menjadi sekretaris sebuah lembaga islam kemahasiswaan yang di dalamnya aku terlibat memudahkan administrasi dalam kerja-kerja positif bagi sesama mahasiswa. Aku cinta menjadi koordinator bidang yang bersamanya aku bisa mencerahkan kehidupan orang lain. Aku cinta menjadi ketua umum sebuah unit kegiatan mahasiswa yang di dalamnya aku bisa membantu mengoptimalkan minat dan bakat orang lain. Aku cinta kepada semua hal yang membuatku bisa bermanfaat bagi orang lain. Itulah Ma, cintaku saat ini. Cinta yang membuatku merasa bisa mengendalikan arus dunia dengan tepat dan berdaya guna bagi orang-orang di sekitarku. Cinta yang membuatku tidak takut terhadap sisi negatif dunia.
Ma, cintaku ini hebat kan? Masihkah engkau merasa ada yang kurang dari diriku yang belum juga memiliki kekasih ini? Tenanglah Ma, Jodohku tak mungkin dimiliki orang lain. Meskipun aku tak pernah menjalin hubungan dengannya, jika ia memang jodohku, Tuhan akan memberikan jalan yang baik untuk mempertemukan kami. Bahkan Ma, Tahukah engkau prioritas cintaku saat ini bisa menjadi sarana yang baik agar cinta menemukanku dengan seseorang yang memiliki cinta baik dan tak sekedar mencintaiku dengan sangat dangkal. Mama tahu Mario Teguh, kan? Itu lho motivator keren yang kita tonton sepekan sekali di salah satu stasiun televisi. Katanya, “Cukup pantaskan diri kita untuk ditemukan oleh cinta sejati”. Nah, saat ini izinkan aku memantaskan diri untuk ditemukan cinta itu, Ma. Pasti cinta sejati tidak akan salah menemukanku. Aku pokoknya percaya penuh deh dengan perjalanan cinta yang sedang mencariku. Dan kupastikan ia akan datang tepat waktu.
Duhai mamaku yang selama dua puluh dua tahun ini telah mengizinkanku menetap di salah satu ruang hatimu, masih meragukah engkau atas keyakinanku bahwa cinta yang tepat akan menemukanku suatu hari nanti? Jika mama masih meragu, baiklah Ma, aku akan jujur beberapa hal lagi padamu. Ma, jika aku mau, aku bisa mendapatkan lelaki mana saja yang kumau sekarang juga. Aku ini manis kan, Ma? Bukankah wanita manis itu mudah untuk mendapatkan seorang lelaki pujaan hatinya? Hehe, maaf ya Ma jika terkesan terlalu percaya diri, mama juga kan tahu tak ada wanita yang diciptakan Tuhan dengan fisik yang jelek. Tapi Ma, semua ini bukan karena ukuran manis dan jelek ataupun terlalu selektifnya diriku. Aku hanya ingin mematuhi jalan hidupku dan menghormati keinginan Tuhan atasku.
Ma, seperti yang telah kukatakan di awal, aku hanya belum ingin memilikinya. Jikapun aku ingin memilikinya sekarang, maka aku akan memilih untuk menikah bukan menjadi kekasihnya. Mama mau ya kehilangan anakmu secepat itu? Membiarkanku tinggal bersamanya di rumah terpisah, padahal aku belum banyak membalas kebaikanmu yang terlampau banyak itu.
Ma, aku belum pernah menyampaikan prinsipku yang satu ini padamu, ya? Lelaki sejati yang mencintaiku akan menemuimu langsung di waktu yang tepat untuk memintaku. Dia tidak akan merendahkan harga diriku dengan mengajakku menjalin hubungan sebelum ijab qabul terucap. Untuk itu Ma, boleh ya mengisi waktuku sebelum cinta sejatiku datang dengan pengoptimalan peran baikku?
Ma, prioritas cintaku saat ini membuat Tuhan belum mengizinkan cinta lain menggantikan beberapa bagian di hatiku. Mama kan juga tahu, saat banyak orang selalu mementingkan urusan pribadinya, maka aku harus semakin tidak boleh egois. Bukan bermaksud menjadi pahlawan kesiangan, Ma, tapi ini tentang resiko menjadi makhluk sosial yang peduli akan pentingnya memberi dan membagi efek positif. Mama pasti pernah membayangkan jika di sebuah jalan besar tak ada petugas kebersihan, sedangkan semua orang hanya peduli dengan perjalanannya sendiri, seberapa kotor jalan raya itu? Ah, aku tak mau membayangkannya terlalu dalam. Pikiranku terlalu sakit untuk membayangkan satu persatu keegoisan yang muncul saat ini.
Duhai Mamaku,
jika engkau tersinggung dengan kata yang kurangkai dalam surat ini, maka sujud sungkemku semoga bisa membuatmu kembali memaafkanku. Aku mohon ampun pada Tuhan atas kata dan perilakuku yang mungkin tanpa sadar telah menyakitimu.
Semoga Tuhan membalas kebaikanmu selama ini, Ma.
Satu lagi yang harus kau tahu, Anandamu ini sayang padamu. Begitu pula pada lelaki yang sampai saat ini mendampingimu beserta dua adikku, aku sungguh menyayangi mereka. Kusertakan pula salam penuh takzim pada kedua orang tuamu, Ma. Aku sungguh tak bisa kehilangan mereka.

Anandamu,
Di kamar inspiratifku, 04 Sept 2011
Nb: Ma, uang sanguku jangan dipotong ya ^^

Aku Malu

Aku malu,
sungguh malu…
Mendengar, membaca, bahkan menyaksikan.
Aku malu,
Sungguh malu,
pada kalimat sahabatku…
Pada sahabat yang kuyakini memahami
Pada sahabat yang kuyakini sama mimpinya
Aku malu,
sungguh malu,
Pada lontaran sahabatku,
Seolah menghakimi,
Seolah selalu merasa benar,
Seolah mencari pembenaran,
Seolah hanya ingin menyalahkan,
Aku malu,
sungguh malu,
Pada sahabat yang seperti bukan sahabatku
Sahabat yang senyumnya bernada sinis,
Sahabat yang menyikut,
Sahabat jalur belakang.
Aku malu,
Sungguh malu,
Pada sahabatku yang sebenarnya cita dan cintanya pun sama
Namun hanya ingin mengatakan caranya yang benar dan caraku salah
Aku malu,
Sungguh malu,
Pada sahabatku yang mengakui bahwa kebercampuran tangan Tuhanlah yang membuat kami bersahabat,
Namun seolah menyajikan pertikaianku dan nya di hadapan khalayak
Membiarkan lawan tertawa dan mengatakan, “betapa kita ini tak satu”
Seolah mimpi kita berbeda
Aku malu pada dunia,
Aku malu pada kawan,
Bahkan aku malu pada lawan,
Hanya seperti inikah persahabatan kita, teman?


Perbedaan itu indah. Tak boleh saling menyikut. Tak boleh saling menyalahkan. Izinkan aku dengan caraku dan akan kubiarkan engkau dengan caramu. Mimpi kita sama kan? Bagaimanapun aku mencintaimu, sahabatku.

Pengaruh Televisi: Begitukah Wanita Akhir Zaman?

Sekarang ini, mudah bahkan sangat mudah untuk melihat sosok wanita yang katanya sih wanita akhir zaman. Di televisi, di stasiun manapun, ketika reality show, talk show, sinetron, FTV atau apapun programnya, terlalu banyak wanita berpakaian dengan ciri khas yang sama. Ciri yang membuatku malu untuk melihatnya. Sebelum kupaparkan lebih dalam, mari sedikit mengenang masa sebelum 2011. Yang kuingat saat itu pakaian jenis “U Can See” sangatlah popular. Sudahlah, tak perlu diragukan lagi wanita-wanita masa itu akhirnya mengikuti trend “U Can See”. Memasuki 2011, terlepas dari baju model Syahrini yang terus-terusan jadi “trendsetter abiezz”, televisi mengubah dunia wanita dengan rok dan celana super pendek. Di semua program, bintang utama dan bintang tamu mengenakan pakaian yang serupa. Bahkan sampai saat kutuliskan catatan ini kusarankan pada anda, jangan pernah tanya lagi apa dampaknya bagi wanita Indonesia. Cukup pengang dan cukup sakit tenggorokan untuk menjawabnya.
Katanya,
“Pakaiannya wajar aja kok!”
“Apanya yang salah?”
“Itu hak gue mau pakai apa aja!”


Hah, sudahlah! Tak perlu berlama-lama bermain dengan tanggapan memusingkan itu. Tanggapan yang telah dibutakan oleh trend. Tanggapan yang telah memutarbalikkan fakta. Tanggapan pembenaran yang tidak dibenarkan dalam Al-qur-an. Dan tahukah anda siapa dalang dari semua ini? Siapa yang membuatnya bisa menjadi halal dalam pandangan wanita masa kini?
TELEVISI. Yah, televisi yang anda tonton itu meski ia mesin namun ia sangat provokatif. Mesinnya tidak salah, namun penggerak-penggerak di belakangnya yang membuatnya menjadi salah. Akibat provokasi-provokasi itulah akhirnya, televisi menjadi juara dalam membuat propaganda.
Tak ayal lagi inilah hasilnya:
TELEVISI MENGAJARKAN KITA UNTUK BERKATA YA PADA ALAM SADAR ANDA
TELEVISI MERASUKI BAGIAN LOGIKA ANDA UNTUK TERUS MENGAMINI DAN MENGADAPTASI CARA YANG IA CONTOHKAN
Luar biasa, bukan?
Banyak sekali contoh kekeliruan yang sepertinya sengaja dicipta dunia pertelevisian untuk wanita akhir zaman.
Pada penikmat televisi, aku hanya bisa bilang, “HATI-HATI PEMBODOHAN!”
Meski selebriti wanita di infotainment nampak sisi baiknya karena di syut pada saat sholat maupun sedang baksos, namun namanya aurat ya harus ditutup. Bukan dengan kerudung yang rambutnya masih terlihat, namun dengan kerudung yang menutup seluruh rambut dan pakaianpun tak boleh terlalu ketat.
Belum lagi sinetron-sinetron alay yang menyamakan perlakuan kepada wanita-wanita berjilbab. Wanita berjilbab dalam sinetron itu masih mudah untuk dipegang tangan ataupun pinggang atau bahkan tubuhnya.
YOU KNOW WHAT???
ITU PEMUTARBALIKAN FAKTA! ITU PENYEPELEAN TERHADAP JILBAB YANG WANITA AKHIR ZAMAN PAKAI!
Rahasia lebih dalamnya adalah:
BAHWA DENGAN TELEVISI SESUNGGUHNYA MUSUH-MUSUH ISLAM SEDANG BERGERILYA UNTUK MENJAUHKAN PARA WANITA DARI KEMUSLIMANNYA.
Pleaasee deh wahai wanita!
Anda sedang diperalat. Karena misi mereka sebenarnya adalah bukan meminta anda untuk keluar dari Islam, namun menjauh dari Islam.
Yeaahh, begitukah wanita akhir zaman? Ucap “Astaghfirullah…”

Lalu, bagaimana kita harus bersikap? Haruskah bilang pada televisi, “Elo and Gue = End!”
Hupz, bukan begitu maksudnya. Tak mengapa tetap menonton televisi, karena selama sesuatu itu tidak berlebihan kan mubah/ diperbolehkan. Hanya saja, jangan pernah menelan mentah-mentah pelajaran yang didapat dalam dunia pertelevisian. Tidak selamanya yang anda dengar dan lihat itu benar. Juga tidak selamanya yang anda dengar dan lihat itu salah. Jadi waspadalah wahai wanita muslimah! Atau para pria muslim, waspadalah!
“Ada banyak pendirian pribadi yang bisa menjadi kondisional, namun hal-hal prinsipil seperti hukum Tuhan tidak pernah bisa ditolerir”


Dengan menundukkan kepala dan hati kucoba memikirkan kembali pikiranku,
Salahkah aku bila harus malu melihat wanita-wanita di akhir zaman sekarang ini?
Salahkah aku bila sangat ingin sekali kusapa hangat ia dan kukatakan panjangkanlah celanamu wahai saudariku?
Terlalu ikut campurkah aku jika itu kulakukan?
Ketahuilah, tanpa engkau ketahui aku ini sesungguhnya meradang,
meradang karena terlalu peduli padamu,
Semoga ini bukan ego semata
Aku mencintaimu karena Allah
Klasik mungkin karena kuucapkan padamu yang tak kukenal dengan baik kepribadianmu
Aku hanya ingin berbuat baik padamu
Semoga Allah menjagamu dengan sebaik-baik penjagaan,
Semoga Allah melembutkan hatimu
Wahai adik-adikku,
wahai ibu-ibuku,
wahai nenek-nenekku,
wahai kakak-kakakku,
wahai tante-tanteku,
wahai sepupu-sepupuku,
dan wahai seluruh wanita muslimah… (Rhy)

#Semoga catatan ini tak nampak menggurui. Aku mohon ampun pada Allah untuk khilaf yang tertulis. Aku mohon maaf lahir batin jika catatan ini menyinggung ataupun melukai hati.

Semesta Mendukung

Mulai familiar dengan judul catatan ini? Yapz,judul catatan ini diambil dari judul film baru yang ditulis oleh Hendrawan Wahyudianto dan sang sutradara John De Rantau. Film yang terinspirasi dari kisah-kisah kegemilangan putra-putri Indonesia di kancah dunia internasional lewat pelbagai olimpiade sains ini mengisahkan tentang seorang anak yang sangat menyukai Sains. Menurut sinopsis yang kubaca, meski Muhammad Arief (Sayef Muhammad Billah) adalah anak dari sebuah keluarga miskin asal Sumenep, Madura dan bersekolah dengan fasilitas yang serba minim, namun Arif tetap menekuni kegemarannya terhadap Fisika. Hingga dengan bantuan gurunya, Revalina S.Temat, ia pun mengikuti seleksi olimpiade Sains yang akan diadakan di Singapura. Ternyata selain berhasrat untuk mengikuti Olimpiade, Arif punya misi lain. Apakah sebenarnya misi lain seorang Arif yang konon katanya cerdas ini? Silahkan tongkrongin di layar tancap kota anda. (Haha, udah mirip kayak pembawa acara SILET belum? :D)
Beralih ke catatan Mestakung (Semesta mendukung) versi sendiri. Catatan ini lanjutan dari tulisanku sebelumnya, “Is it too crazy?”. Sudah dibaca? Kalau belum, yeah kalau nggak keberatan ditongkrongin dulu. Kalaupun belum mau otak-atik, tenang aku nggak ngambek kok. Katanya Raditya Dika, “TeTeUpH CuMuNgUdH YeAcHh KaKaK!” #Alay mode on.
Catatan ini hanya sekedar awal dari rasa kembalinya semangat. Kepada sahabat-sahabat yang hidupnya kembali mengalami penurunan semangat. Kepada teman sejiwa yang mimpinya kembali terkoyak karena merasa tak ada yang mendukung. Kepada rekan seperjuangan yang rindunya pada mimpi mulai memudar. Kepada keluarga kecilku yang cintanya pun mulai merapuh, Meski akan ada alasan mengapa hal itu terjadi. Meski akan ada rayuan mimpi yang lebih menggiurkan untuk dibayangkan. Tetapkanlah mimpi yang akan didatangi. Selesaikan rajutan mimpi yang belum rampung. Jika kita yakin mimpi itu akan memberikan energi positif, sambung kembali mimpi yang terkoyak itu. Hentikan pemudaran terhadap rindu yang sesungguhnya akan membahagiakan kehidupan kita. Cintai kembali apapun yang sedang atau akan kita lakukan sekarang. Jika lantas muncul pernyataan, “Entahlah aku tak tahu, banyak hal yang akan kukorbankan untuk hal yang sebenarnya siap kutinggalkan ini!”. Maka sebenarnya itu merupakan konsekuensi. Konsekuensi yang harus kita tanggung sebagai calon peraih medali mimpi. Memang, adakalanya kita merasa sebuah kondisi akan membuat mimpi kita tertahan, namun itulah perjuangannya. Mencoba membuat keadaan sulit menjadi sebuah keniscayaan itu mungkin kan? Mencoba mencari ide-ide kreatif dengan kondisi yang sempit. Disaat pandangan mata tak mampu menemukan bahan yang memadai, maka gunakan bahan yang saat itu ada. Menggunakan istilah “Tak ada rotan, akarpun jadi”. Gantikan sesuatu yang tidak bisa kita munculkan saat itu dengan sesuatu yang lain namun ternyata bisa memiliki fungsi yang sama. Satu hal yang pasti, jika sudah berani bermimpi, maka bersiaplah untuk berkorban dan berjuang sepenuh hati untuk mimpi itu! Jika tidak siap untuk berjuang dan berkorban, maka anda hanyalah pemimpi di atas kasur. PASTI BISA! (BukanSekedarBasaBasi).
Jika ingin semesta mendukung, maka pastikan kita sudah siap dan pantas untuk mendapat dukungan! Inilah Mestakung versi saya…

****
langkah tegap kakiku, dengarkan hentakanku
kadang aku terjatuh tapi ku terus maju yeah
kejar dengan hatimu, lakukan sungguh-sungguh
apapun yang kau mau, apapun impianmu

karena di dalam hidup ini
tak ada yang tak mungkin
lihatlah kawan bulan masih bersinar
terangi malam hidup terus berjalan
raih mimpimu bulatkanlah tekadmu
mestakung semesta mendukung
(Mestakung by Goliat)
****


Catatan ini sebenarnya didedikasi untuk diri sendiri yang senantiasa ingin menjaga semangat dan tak ingin jatuh. Biasanya dengan menuliskan baik di diary ataupun catatan terbuka seperti ini, kita akan berpikir berulangkali untuk mengingkari hal yang kita tuliskan. Karena dengan atau tanpa disadari, tulisan kita merupakan ikrar kita. Itulah salah satu manfaat menulis.
#Berat untukku menuliskan hal-hal yang aku sendiri belum bisa melakukannya.

Is it too crazy?

Dalam salah satu perjalanan masa depanku nanti inginnya:
ada semacam beberapa patah kata di salah satu bagian pemulanya,
ada training motivasi yang ekspresif,
diselingi dengan penampilan beberapa komunitas,
talk show (wawancara eksklusif),
plus hypnosis,
dan ditutup dengan renungan.”


Hm, apakah rencana di atas terdengar gila? Biasa aja kan? Tapi jika kukatakan mimpi yang kumaksud untuk event apa, apakah semuanya akan berubah menjadi gila? Apakah semuanya bakal bilang hal itu nggak mungkin lah. Beneran nggak masuk akal lah. Mustahil lah pokoknya.
Hoamm, bener nggak ya semua itu illogical untuk sebuah mimpi masa depanku? #Bubble on my mind

Aku tidak akan mengatakan event yang kumaksud, intinya aku ataupun kamu yang tengah (sengaja atau tanpa sengaja) membaca tulisan ini pasti sama-sama pernah merasakan betapa kita telah membuat perencanaan gila yang kita nggak tahu persis seberapa masuk akal rencana itu untuk dijalankan. Kita berkali-kali bertanya dan memastikan pada diri sendiri, “Mungkinkah?”, “Mampukah?”
Dengan dua macam pertanyaan beserta kawan-kawannya itu sebenarnya kita sudah menjadi pemimpi yang dangkal. Pemimpi yang hanya berani untuk bermimpi indah di kasur, namun tak mau mengupayakannya menjadi nyata.
Mimpi itu justru terlalu lemah karena kita sendiripun meragukannya.


So, Gimana donk??

Mengutip sebuah Timeline Twitter Mario_Teguh, "Mimpi yang kuat, adalah yang kalau tercapai, selain membuat Anda senang, Ia bermanfaat juga untuk orang banyak."
Maka tenagai mimpi itu dengan harapan bisa berenergi baik bagi orang lain. Jika kita sudah berhasil mengizinkan keikutsertaan kesenangan orang lain dalam mimpi kita maka tugas selanjutnya adalah Hancurkan semua batas yang membuat kita berpikir, “Semua ini nggak mungkin, it’s too crazy!”
Kembali katakan pada pikiran kita itu, “Ah, semua itu mungkin lah! Bodo amat apa kata orang, yang penting I know the best one for me.”
Bodo amat ini bukan maksudnya nggak mengedepankan logika lho ya. Tetep pake logika lah kalau nyusun mimpi itu. Nggak mungkin dong mimpi suatu hari nanti bisa terbang tanpa alat bantu apapun, itu kan bener-bener illogical. Yeah, you know lah seberapa parah kegilaan mimpimu itu. ^^
Lanjut lagee, setelah berhasil menghancurkan batas yang bisa menghilangkan mimpi itu, maka saatnya atur strategi. Terserah mau pake strategi 4-4-3 (ada nggak ya) atau 1-2-1(Wiro Sableng dong ^^) yang penting atur strategi. Semakin gila mimpi yang kita buat, semakin gila strategi yang kita rancang.
Atur strategi selesai, saatnya take action! Actionnya harus lebih gila lho ya. Harus lebih kencang. Atau paling nggak, sama gila dan kencengnya pas mulai merajut mimpi dan nyusun strategi. Tapi ingat, kembali perhitungkan kegilaanmu itu. Gila bermimpi, atur strategi, dan action sih dianjurkan, tapi jangan sampai ngebuat orang lain gila beneran karena yang kita minta itu illogical macam simsalabim gitu terus bisa terbang. Sekali lagi pastikan mimpi itu masih berada dalam batas logika dan masih mungkin untuk dilakukan.
Sudah mengerjakan semua tahapannya? Maka tunggu hasilnya. yang tak kalah penting silahkan berdoa segila mungkin untuk hasil terbaiknya!

Masih ragu untuk mewujudkan mimpi gilamu?
Katakan, “Semua ini gila, berat, dan aneh, tapi semua ini (masih) mungkin untuk kuupayakan!”
Masih belum punya mimpi gila?
Minta pada Tuhan, “Ya Tuhan, pertemukan aku dengan orang-orang gila yang sukses dengan kegilaannya!”
Aku bercanda kawan, tapi aku serius dalam candaanku.
Semangat mentenagai mimpi gila!
Semoga kita sukses dengan mimpi gila kita,
Jikapun tidak, selamat anda ternyata gigih luar biasa!
Anda sukses dengan kegigihan anda! ^^

(Ris, merajut mimpi gila di kamar inspiratifku, duh kerennya mimpiku (sengaja membiarkan nggak ada yang ngerti sama mimpi yang kumaksud), intinya dengan mimpiku aku bahagia, kamu dan diapun tercerahkan)

Tentang Sabar

Rencana yang harus dilakukan sepekan ini sudah ditulis selembar penuh. Lebih dari tujuh agenda besar terpampang di lembaran itu. Poin-poin dari tiap agendapun sudah disusun sedemikian rupa. Bercabang, yosh itulah yang akan ditangkap dari tujuh agenda bersama poin-poinnya. Semua agenda harus diupayakan untuk selesai. Semua agenda meminta mata kita untuk memberi perhatian padanya. Semua agenda menuntut sentuhan cekatan kita untuk turut andil. Semua agenda meminta badan yang hanya satu ini berbagi secara adil pada mereka. Pokoknya semuanya harus dapat bagian. Lalu sekarang, harus mulai darimana? Yang mana yang harus dikerjakan duluan? Sanggup ga semuanya dikerjakan dengan kondisi yang serba terbatas ini?
OMG, BISA GILA DIBUATNYA KALAU BEGINI CARANYA!
Kalau dipikir secara sempit, memang benar badan cuma satu. mata, tangan, kaki cuma dua. Tapi saat kita menyadari kata ‘cuma’ yang diucapkan barusan, saat itu juga kita harus ingat ada banyak orang yang kurang beruntung hidup dengan badan tidak sempurna namun mampu berkreativitas melebihi apa yang bisa dilakukan orang normal.
Saat kita ingin protes ‘mengapa harus aku yang melakukannya?’ atau ‘mengapa hanya aku yang harus tertekan dengan tanggungan ini?’ maka saat itu juga kita harus tahu diri untuk tidak sombong karena masih banyak orang yang memiliki tekanan lebih besar namun mereka mampu melewatinya.
Saat kita merasa mungkin kita yang paling menderita, saat itu pula kita harus sadar yang kita hadapi ini belum seberapa. Kita belum disiksa dengan bara. Kita belum dihadapkan pada penggorengan. Kita bahkan tak tahu betapa sakitnya saat kaki dan tangan diikat dan ditarik dari empat arah.
Ini hanya masalah mental.
Ini hanya masalah seberapa cekatan.
Ini hanya masalah seberapa pandai menempatkan waktu dan diri untuk berbuat adil pada hal-hal yang telah menuntut haknya.
Sabar…! Jika semua itu membuat berat. Maka ringankan dengan menyelesaikannya. Jika tak bisa bersamaan, maka selesaikan satu hal dulu, baru beralih ke yang lainnya. Jangan dzolim dengan hal yang harusnya bisa diselesaikan dengan baik, tapi karena terburu-buru jadi kurang optimal.
Sabar..! Hidup tidak menuntut kita untuk melihat hasil sesuai dengan yang kita rancang diawal. Mungkin di perjalanannya, kita akan menyaksikan keajaiban yang tak pernah kita duga sebelumnya.
Sabar,,! Semuanya butuh proses. Tak bisa langsung jadi. Janganlah berbicara lagi. Tak perlu protes. Kurangi keluhan. Sekarang lakukan dengan sebaik-baik usaha.

"Salamun `alaikum bima shabartum" (keselamatan bagi kalian, atas kesabaran yang kalian lakukan).

5W+1H Unfaithful = Maaf, Aku Galau!

Pernah punya kisah tentang unfaithful? Terserah, apapun posisi anda untuk kasus yang satu ini. Sebagai subjek ataupun objek, Terserah, untuk kasus apapun itu. Entah sebagai dua sejoli, rekan kerja, atau apapun adverb yang anda gunakan untuk memperlengkap deskripsi tentang Unfaithful. Intinya semuanya terasa tak setia. Semuanya terasa berbanding terbalik dengan janji-janji bahagia kehidupan. Meski telah berjanji setia untuk bahagia, namun semuanya diingkari. Semuanya benar-benar menjadi tak setia untuk jiwa kita yang berkomitmen bahagia. Ketidaksetiaan yang menyebabkan hilangnya hari ceria kita. Semua itu dikarenakan 5W+1H unfaithful.
Akhirnya, 5W+1H unfaithful menjadi alasan kita untuk mengatakan, “Maaf, aku galau!
Apa yang sering anda lakukan ketika galau?
Menikmati kegalauan dengan senantiasa memikirkan 5W+1H penyebab galau?
Membiarkannya bertebaran di kepala?
Atau melupakannya dengan berbagai cara?
Kalau aku biasanya memilih opsi yang ketiga. Cara yang kugunakan juga sangat familiar.
1. Menyalakan TV dan mencari channel yang non-sinetron galau, misalnya OVJ
2. Masuk kamar, ambil laptop, pasang earphone, dan menikmati lagu yang lumayan lebih kencang daripada biasanya sembari membaca dan/atau mengerjakan sesuatu
Hehe, nggak muslimah banget yach cara yang kugunakan? (semoga nggak banyak bertebaran pikiran negatif deh ^^).
Sebenarnya masih banyak cara yang lebih positif daripada yang sering kugunakan. Mungkin styleku memperbaiki suasana hati tak lebih baik dari anda. Namun, apapun cara yang kita gunakan, pada intinya yang diinginkan adalah kembalinya rasa tenang ke dalam jiwa kita. Di balik tidak setianya sekian orang di sekitar kita, tidak setianya kisah hidup untuk membuat kita selalu tersenyum, kita harus tetap setia pada tiga kata ini, “I am happy!”. kita sangat berharap untuk kembali bahagia kan? Berikan keleluasaan untuk unfaithful yang menjadi penyebab eksternal kegalauan menyingkir dengan sopan dari kehidupan kita. Yuk bareng-bareng latihan tetap bahagia meski galau. Yuk, latihan setia sama harapan kita yang pengen bahagia for the rest of our life. Yuk latihan memenuhi hak kita untuk bahagia. Sudah cukup dunia galau menjadi mitra kita. Sudah saatnya trending topic ini diakhiri. Putuskan hubungan kita dengan galau, “Elo and Gue? End!”
Sepakat?
"Saat yang baik untuk menikmati bahagia yang ekspresif! Dikatakan melalui bibir bahwa kita bahagia, diyakini dengan hati bahwa kita benar-benar bahagia, dan diekspresikan dengan senyum dan cerahnya wajah anda!
Selamat berbahagia!


#I don't wanna hurt anymore _traumamasalalu_backsound: Unfaithful (Maaf ya mbak Rihanna, him-nya di lirik yang ini diilangin)

Salam setia..

Speechless

A beautiful gift for a great day. Sepertinya begitu temaku malam ini. Momen galau sudah terlewati setelah seminggu kali ini terasa begitu lama. Seminggu yang terlalu lama untuk tidak turut mengambil air wudhu. Seminggu yang terlalu lama dengan tanpa menyentuh mushaf. Pokoknya seminggu ini terlalu lama bagiku.

Senja tadi, seperti biasa ketika si Ridho (adik ndutku yang super duper nakal) mulai menguasai channel tv, aku memilih masuk kamar dan menyalakan laptop. Memasang earphone dan meng’klik file dzikir al-ma’tsurat. Entahlah, dzikir soreku kali ini terasa begitu berbeda. Begitu menyentuh. Apalagi ketika sampai pada rangkaian doa robithoh, doa transfer kekuatan dan kedekatan hati. Kuambil duduk yang paling sopan, lalu mengangkat kedua tanganku seraya membaca doa yang juga terdengar di earphoneku. Aku lalu membayangkan satu persatu wajah orang yang kukenal di sebuah zone yang akhir-akhir ini menjadi fokus kegalauanku.

“Tersadarku dari khilafku, bersujud memohon ampunan, atas segala dosa-dosaku”, nada dering handphoneku berbunyi. Namun telepon itu kuacuhkan. aku tetap fokus bersama doaku. Tak lama nada pesan ikut berbunyi, tetap kuacuhkan. Lagi, untuk kedua kalinya nada pesan kembali berbunyi. Kuacuhkan hingga doaku selesai. Setelah mengusap tangan ke wajah, kubuka dua pesan tadi. Dan salah satunya hampir membuatku menitikkan airmata. Aku tak mampu menekan tuts-tuts hapeku untuk memberi jawaban padanya. Kupilih mengirim ulang pesan itu ke rekan yang mengerti permasalahan ini dan di depan pesan kutuliskan, “Ada ide nggak balasan yang bagus gimana?” I was really speechless. Sebuah pesan yang isinya sama persis dengan hal yang sangat kuharapkan. Sebuah pesan yang membuat nafasku yang tadinya tersengal-sengal mulai bergulir teratur. Sebuah pesan yang menumbuhkan harapan baru dibalik usangnya harapan. Maha suci Allah dengan segala kuasanya.

“Allah ya Rahim, jawaban-Mu atas doaku hari ini begitu membuatku tak mampu berkata-kata. Benar-benar membuktikan bahwa hanya Engkaulah yang mampu membolak-balikkan hati manusia.”


“Doa seorang muslim untuk saudaranya (sesama muslim) tanpa diketahui olehnya adalah doa mustajabah. Di atas kepalanya (orang yang berdoa) ada malaikat yang telah diutus. Sehingga setiap kali dia mendoakan kebaikan untuk saudaranya, maka malaikat yang diutus tersebut akan mengucapkan, “Amin dan kamu juga akan mendapatkan seperti itu.”

Termehek-mehek


(Pesan sebelum membaca: Jika catatan ini alay dan mellow, mohon dimaafkan... Kali ini bukan tentang motivasi ataupun artikel bermakna, hanya cerita tentang orang-orang yang berarti di sekitarku. Full hanya ingin mengabadikan cerita pribadi)


Begitulah tema sehari dua malam ini. Termehek – mehek yang sangat berwarna. Lelehan airmata yang akan menjadi hal yang tak terlupakan. Begitu berkesan. berkesan karena sangat menyakitkan, berkesan karena tak pernah terduga, dan berkesan karena hal ini sangat tidak lucu. Aku harus mengalami double broken-heart (alay mode on, hee..).

Semua ini diawali dengan terkirimnya sebuah undangan yang kutulis melalui pesan singkat. Keluarga kecilku di sebuah lembaga internal kampus saat itu (12/11) kuundang dalam ‘agenda makan bersama’ di rumah. Pada saat yang sama, lembaga itupun tengah menggelar acara internal bersifat pelatihan kilat anggota baru. Tak ada yang bisa ditunda, tak ada yang bisa dikalahkan. Meski agenda di rumah sama sekali bukan keinginanku, namun menyakitkan rasanya ketika racikan bumbu-bumbu sang ibu (yang merencanakan agenda ini) sejak sepekan lalu kubatalkan mentah-mentah. Sempat dua hari sebelum hari H mendebatkan tentang ini, namun yang kudapat hanyalah dilema dan pernyataan dari hatiku sendiri, “betapa teganya kamu kalau sampai mengecewakan ibu!” Jadi, dalam waktu bersamaan, dua agenda yang berbeda itupun berjalan. Dan tentu saja kali ini kuprioritaskan diriku di hari H untuk membantu ibu di rumah dalam agenda tersebut. Sehari sebelumnya, prioritasku adalah mengerjakan apa yang bisa kuselesaikan untuk pelatihan kilat di lembaga tersebut. Meski tetap sedikit bersitegang karena ibu sedang sibuk untuk menyiapkan konsumsi di hari H, namun akhirnya aku bisa izin untuk pergi ke kampus di hari itu. Bersama dua rekan lainnya, kami menyelesaikan administrasi, membeli cinderamata dan memesan konsumsi, mengecek tempat acara, mengkonfirmasi kembali tiga pemateri kepada personil yang ditugaskan, mencari link perlengkapan yang dibantu personil, memastikan kehadiran panitia esoknya, memastikan petugas acara, memberikan info petugas yang fix, penghubungan komunikasi antara personil satu dan yang lainnya, membuat dan mengirim desain plakat pada malam harinya, mengirim woro-woro ke seluruh peserta (personil baru) untuk hadir 15 menit lebih awal, serta tak lupa meninggalkan pesan-pesan penting untuk hari H ke pengurus inti. Meski pasti ada yang luput dari ingatanku dan membuat gelabakan para panitia lainnya untuk segera melengkapi, namun paling tidak aku tidak meninggalkan mereka begitu saja.

Jreng Jreng… Hari yang ditunggu pun tiba. Setelah bangun tidur, shalat, aku bergegas ke dapur membantu ibu yang selalu bangun lebih awal. Tentunya dengan tetap menggenggam handphone. Aku tahu di hari H pelatihan kilat lembaga internal ini, pasti banyak hal penting yang perlu dikabarkan ke panitia yang standby di TKP, juga akan ada banyak hal yang akan ditanyakan panitia lainnya padaku. Jadi hari itu, meski aku izin tak berangkat di acara lembaga itu, namun aku tetap mencoba ‘mengirim signal’ dari jauh agar tak ada panitia yang merasa kutinggalkan. Aku siap siaga kalau ada pesan dan telepon yang masuk agar tak terjadi miss communication. Sesekali ketika kira-kira sudah separuh waktu diklat, kusempatkan untuk bertanya ke beberapa personil, “apa kabar diklat di sana?”

Teng… Waktu menunjukkan pukul 05.30 wite. Menurut susunan acara yang dibuat, agenda diklat hari pertama sudah selesai. Aku tetap asyik menemani tamu yang sedang makan sembari melihat jam. Aku meminta seluruh panitia dan peserta ke rumah setelah diklat selesai. Tentu ibu sudah menyisihkan konsumsi untuk mereka. Namun hingga maghrib menjelang, tak ada satupun wajah mereka muncul.

“Mungkin setelah maghrib baru mereka ke rumah,” begitu pikirku.

Waktu maghrib selesai, azan Isya pun berkumandang. Namun belum ada tampang-tampang mereka muncul di depan rumah. Lalu kukirim sms ke dua panitia yang kutitip pesankan agar bisa mengkoordinir teman-teman lainnya untuk ke rumah setelah acara selesai, “Ga ada anak ujur yang bisa ke rumah ya?

Kira-kira jawabannya begini (meski tak persis), “Acaranya baru selesai jam 6an lewat tadi, karena pemateri datang telat, tadi teman-teman udah pada capek, jadi langsung pulang.”

Di situ aku mulai patah hati dan memilih masuk kamar. Kubalas pesannya lagi, “Yah padahal kalian masih kutunggu sampe sekarang (saat itu hampir pukul 08.00 malam).”

Diapun menjawab (lagi-lagi tak sama persis, karena pesannya sudah kuhapus), “Kamu cuma nunggu, padahal kami di sini bolak-balik nyari perlengkapan yang kurang. Taulah di sini tadi panitianya sisa empat orang.”

Patah hatiku mulai bertambah mendapat sms itu. Lalu kujelaskan bahwa meski aku di rumah aku tetap kepikiran dengan Ujur. Aku juga kan dari tadi usaha buat bantu. Meski kurang, mohon maaf untuk hari ini.”

Dari situ aku mulai berpikir nggak ada yang peduli denganku. Padahal tiap kali ada undangan Ujur’s Family aku berusaha sekali untuk bisa mengajak yang lainnya agar bisa memenuhi undangan.

Mulai meleleh airmataku, tapi segera kuhapus karena beberapa saat kemudian dua orang rekanku (Kak Muharram dan Tara) datang ke rumah. Merekalah yang menjadi saksi kembali lelehnya airmataku. Airmata yang tak bisa tertahan lagi saat salah satu dari mereka bertanya, “Anak ujur siapa aja yang ke sini?” (untung mereka berdua adalah orang yang sudah akrab denganku… maaf ya membuat nafsu makan kalian berkurang :D)

Singkat cerita, waktu sudah menunjukkan pukul 09.00 malam. Belum ada yang datang. Tak ada satupun dari Ujur yang bisa mewakili. Aku sedih luar biasa. Kupaksa untuk menahan dulu airmata (aku tak mau dilihat orang rumah). Lalu kukatakan pada ibu, “ayo ma, kita bereskan aja makanannya. Mereka ga datang.”

Setelah semua selesai, aku masuk kamar dan leleh kembali airmataku.

Satu lagi kata-kata dari dua panitia yang begitu dekat denganku namun serasa mengupas hatiku. Aku hanya ingin mengkonfirmasi sebenarnya dan sekaligus meminta maaf karena rasanya baru kali ini tak bisa maksimal membantu di acara, “Kita capek banget tadi, Tolong donk ngertiin kita, ndut (panggilannya buatku).”

Langsung dah tuh pikiranku kemana-mana, “Kok setipis itu sih persahabatan kalian? Koq nggak ada yang peduli? Yah paling nggak, ada dua atau tiga orang lah yang mewakili, tapi ini nggak ada satupun. Sebenarnya ini bukan masalah momennya dalam rangka apa, tapi masalah pengharapan yang terlanjur dititipkan agar bisa datang. Karena dari awal sudah kukatakan bahwa undangan prioritas adalah mereka.”

Sembari terus menangis, pikiran itu juga sempat kusampaikan ke seniorku di Ujur. Lalu kutanyakan padanya, “Apakah aku egois karena aku patah hati sedalam ini? (Lebay yaa, tapi baru kali ini aku ngerasa nggak ada yang peduli sama aku di Ujur L )

Sedikit demi sedikit aku berusaha mengerti keadaan mereka yang mungkin sedang lelah sekali setelah diklat hari pertama. Namun lelehan airmata tak berhenti hingga pukul 23.00. Bahkan tawaran seorang kakak lintas UKM (MAC) untuk turut membantu membawakan makanan yang masih lumayan banyak ke Ujur esoknya kutolak karena masih patah hati. Tapi satu pesan yang kudapat darinya dan kata-kata itu menjadi pembatas tindakanku agar tak bersikap sembarangan. “Besok upayakan kamu tampil seperti tidak terjadi apa-apa. Jangan menunjukkan kesedihanmu di hadapan mereka. Kamu itu seorang ketua. ”

Esoknya, aku benar-benar menjalankan pesannya. Meski sempat mengeluarkan sedikit singgungan ke salah satu personil yang sepertinya tega sekali mengirimkan pesan bernada tak enak kepadaku (tapi mudah-mudahan masih singgungan cantik). Namun aku terus mencoba menghilangkan rasa patah hatiku semalam suntuk. Kucamkan dalam pikiranku, “Aku harus professional! Aku harus professional! dan aku harus professional! Sakit hati dan kecewa boleh, tapi jangan sampai mengorbankan kepentingan orang banyak.

Sekitar pukul 12 siang, materi aplikatif diklat selesai. Aku menjelaskan beberapa planning lembaga ke semua anggota baru. Seusai itu, menurut jadwal sudah tak ada agenda lagi. Namun salah satu personil (Sari) ingin memutarkan video. Aku hanya berpikir, “Ohh mungkin video yang harusnya diputar kemarin belum diputar, jadinya diputar hari ini”.

Wokeh, Windows Media Player mulai diputar. Aku berpindah duduk ke barisan belakang peserta. “Mohon maaf sebelumnya jika video ini terlalu alay untuk disimak semoga terhibur,” begitu pembukanya.

Dari barisan paling belakang, aku tetap menanti (kayak judul lagu nikita willy yak? Hee) dengan wajah santai dan sangat biasa. Tapi lha kok yang nongol biografi singkatku? Ada tulisan narsis lagi di slide ke tiga. Begini tulisannya,

“dan sering menyebut dirinya mirip artis Nikita Willy”.

Aku masih berpikir polos, “Oh mungkin pembukanya aja. Selanjutnya ya tentang visi dan misi Ujur.”

Namun setelah membaca slide selanjutnya, ternyata aku keliru menafsirkan, isinya begini: “Dan hari ini kita adalah saksi, beliau genap berusia 22 tahun.”

Gedubraakkk, ini mah videonya hanya tentang orang yang emang mirip sama Nikita Willy aja! Slide selanjutnya berisi rekaman ucapan selamat. Kayaknya dari sini, mulai leleh lagi airmataku setelah semalam suntuk ngerasa patah hati (hadoeh kenapa aku cengeng banget yak??? @,@. Udah cukup bengkak rasanya mataku nangis semalam). Ucapan yang pertama, edisi all anggota baru Ujur (ini nih bikin aku malu setengah mati, ngapaen anak-anak baru semuanya serempak diminta ngucapin selamat HUT, malu tau), terus ada juga anak BEM (ditulis anak buah Pak Dimas), Yudi dan Naufal yang gayanya Unyu-unyu banget haha, Luthfi yang sok cool, Leni yang sumringah, Mardiyah yang centil (makanannya kan kemaren dimasak-masak sama BEM :D), Daniel yang pemalu, Dhepta (Ketua Panitia PIKMA) yang dah kayak kenal lamaaa, Sari yang tiba-tiba jadi kalem banget di video, Ratna kuyus yang sok imut banget, Mbak Pusdima, Penjaga Kampus FKM (keliatan banget siapa yang punya rencana usil seperti ini…), Bule nasi kuning (darimana nih kameramen dapet bule’-bule’), and the last Chiko yang alayy banget (Saya tahu dek kamu punya karakter melankolis, tapi saya malu liat wajah jelekmu yang sampe-sampe Leni shock liat ekspresi kamu di shoot, hee. Tapi kata-katamu bikin saya selalu mewekk sampai hari ini). Di akhir-akhir slide ditulis, “Sampai kemarinpun UJUR masih memikirkan Risna”. Ini katanya merupakan balasan dari kata-kataku yang menganggap mereka nggak peduli sama aku.

Belum habis airmataku, Chiko yang tadinya keluar ruangan, kini muncul kembali dengan membawa birthday’s cake (hadoeh, ada lilin 22nya lagi. Malu sangaaadh rasanya diriku). Tapi ueenak kuenya. Denger-denger si Dhepta yak yang bela-belain nyari kuenya? Makasih ya, dek syg.

Finally, kue rasa blueberrynya dimakan rame-rame se-ujur-an… Tapi sebelum itu aku ngadu dulu donk seberapa sedih aku di hari kemarin (sambil terus memproduksi airmata). Maaf ya Chiko, kamu memegang kue itu lumayan lama (maaf karena harus melemparmu dengan tisu bekas airmata, itu memang sengaja).



Hmm, 22 tahun lebih dua belas jam usiaku kini. Hampir genap dua hari dua malam pula mataku masih mudah menangis. Menangis komplikasi antara sedih, terharu, dan sedih. Begitulah hidup…

Mungkin hari ini kembali menangis, namun semua ini proses pendewasaan. Meski pahit, meski susah, semoga semua bisa terlewati. All iz well...

Bila hari ini ada kenyataan yang belum bisa diterima, semoga esok kita menemukan pencerahan bahwa kita memerlukan kenyataan pahit untuk lebih kuat dan tegar.





Special thanks to:

Allah, yang memberi warna di penggenapan usiaku

Ortu + kakek + Nenek + om + tante + Adek-adek, speechless

All crew Ujur, makasih atas kecuekan dan kesengajaan juteknya. Menyakitkan @,@. Dan aku nggak pernah menyangka, aku bisa jadi korban seperti ini

Sari yang bela-belain bikin video dalam waktu semalam. Cepet sembuh yaaa...

Ratna dan Leni yang ikut kejar-kejaran bareng Sari nyari Chiko yang sangat kusayang dan Dhepta di Audit.

Si Hehest adekku sayang yang selalu pertama dalam urusan menangis,

Si Nadiah yang katanya mau ikutan nangis ya kemarin? (Maaf ya dink sayang, saya memang mudah mempengaruhi orang untuk ikutan nangis, hee, ngeles.com)

Dwi ndut yang super ceria untuk urusan desain dan media,

Nisa si kakak yang lumayan tomboy,

Daniel, Ibad, Naufal, Ari, Luthfi, Wahyudi, Chamid (Mid, di tunggu di UJur J )

Ardiiii, kangeeen banget sama kamu

Handri, jalan-jalan donk ke Ujur

Kak Wawan yang udah jadi tumpahan curhatku (Makasih kak udah dipantau :D)

Dimas yang telat ngucapin, tolong besok tanggal 15 anak Ujur ditraktir ya? hee

Dan seluruh new family Ujur, mari semangat BERBAGI DAN MENGINSPIRASI!

Ohya satu lagi, buat Kak MAC . makasih penguatannya kak.. Sodara selamanya



(Kalau catatan ini ga nyambung, mohon dimaklumi. Berarti pikiran dan tangan saya belum matching hari ini :D )

Selamanya Kita adalah Bayi

"Semua orang tak luput dari kesalahan dan kekhilafan," kata Yusuf Subrata-suami Cut Tari yang duduk setia disamping Tari menghadapi puluhan sorot kamera.
Yah, tak ada yang hidup tanpa kesalahan. Begitupun luna maya, ariel, cut tari, dan cut cut lainnya ada dalam posisi sama layaknya manusia biasa. Aku, kamu, dia, mereka, bahkan kita punya kesempatan yang sama untuk melakukan kesalahan. Kita tak selamanya menjadi bayi yang mulutnya masih wangi walau tak diberi pasta gigi. Kita tak selamanya menjadi bayi yang wajahnya terlihat lucu dan matanya bening tanpa dosa.
Tapi kita selamanya adalah bayi yg tiap perkembangannya selalu diperhatikan. Yang tiap ingin berdiri seringkali mengandalkan pegangan kuat sang ibu. Yg tiap langkah mungilnya punya kesempatan u/terkena jarum. Yang tiap tangan nakalnya seringkali memegang apapun yg ia mau, bahkan pisau sekalipun. Yang tiap teriakan ibunya, ada saja hal yang tak ia gubris. Yang tiap kesakitannya, ada saja sang ibu yang rela mengobatinya. Yang tiap tidurnya senantiasa dijaga agar nyenyak dan nyaman tidurnya.
Selamanya kita adalah bayi yang tiap detik nafasnya terkadang harus melawan asma. Yang tulang mungilnya begitu lemah dan mudah patah.
Selamanya kita adalah bayi yg keluar dari tempat yg paling hina. Selamanya kita a/bayi yg orangtuanya senantiasa mendidik. Selamanya kita adalah bayi yg terkadang tak peduli bahaya pisau walau telah diperingatkan. Kini kita adalah bayi yang merasakan dan menyembuhkan sendiri rasa sakit akibat kenakalannya. "Inilah harga yang harus dibayar untuk tiap tindakan."

Kita punya kesempatan untuk jatuh, tapi berusaha bangun tiap kali jatuh adalah kesempatan emas yang selalu diberikan.

Minggu, 04 Maret 2012

Kata Orang….

"Kata orang kamu nggak baik, tapi aku nggak tahu nggak baiknya kamu di mana.
Kata orang kamu nggak beneran seperti itu, tapi aku nggak tahu sisi kamu yang lain itu seperti apa.
Kata orang kamu itu bohong sama aku, tapi aku belum menemukan kebohongan itu."


Dari kebingunganku ini, aku lantas berpikir, apa orang yang kumaksud terlalu pintar hingga aku tak tahu celahnya yang lain? Apa aku terlalu polos hingga untuk mengerti ini semua, akupun tak sampai? Atau aku terlalu bodoh untuk memahami kepintarannya?
Demi Tuhan, aku tak tahu apapun tentang kebenaran tanggapan orang tentang dia yang telah kuanggap teman ini. Apakah penilaianku yang kuanggap menemukannya berteman denganku dalam kejujuran dan ketulusan itu salah?
Kalau kata orang itu benar, pastinya aku akan patah hati. Bukan patah hati karena menaruh hati padanya. Namun karena terlanjur percaya padanya yang tulus berteman tanpa ada embel-embel negatif padaku.
Namun kalau kata orang itu salah, pastinya aku akan sangat bersalah karena menudingnya dengan hal yang tidak benar.
Then, what’s the truth one? Kata orang atau kata hatiku yang menilaimu?
Harus kututurkan kembali, dari awal aku berteman dengannya tanpa pernah memikirkan apakah background kami sama? Apakah pandangan kami sama? Aku sangat berusaha mengabaikan kalau-kalau ada hal yang tak sama dari kami. Karena konsepku dalam berteman adalah, “Lihat persamaannya, bukan perbedaannya.” Lagipula aku sangat percaya setiap orang pasti punya energi baiknya, maka kupilih untuk berteman bersama energi baik orang ini.
Selain itu, bukankah kata Allah berprasangka baik itu lebih utama? Maka semoga prasangka baikku ini diikuti oleh anggukan Allah sehingga memang begitulah adanya. Kalaupun tidak, aku akan sangat berusaha untuk tidak menyesali tindakan yang kuambil.
“Biarlah orang lain berlaku tidak baik padaku, asal aku tidak! Jaga aku, ya Rabb”.

Sampai sekarangpun, aku (masih) menganggapmu beneran baik, teman..