Kekurangan itu bisa menjadi karisma tersendiri, Aku bersyukur menjadi diriku, tak ada orang yang sepertiku. Risna, kamu harus beryukur tiap saat yah! Kalo lupa, tilawah hari ini nambah satu lembar. Janji?

Senin, 05 Maret 2012

Ada di Sekeliling Kamu - Izinkan Cewok menjadi Makhluk Tuhan

Pernah mendengar istilah cewok? Atau baru aku yang menggunakannya? Walau belum familiar, sungguh aku tak bermaksud membingungkanmu, sahabat. Istilah cewok berangkat dari kebingunganku untuk menilai sesuatu yang tidak biasa dari kacamata minusku. Bahkan bagimu juga bisa jadi tidak biasa.
Hal ini sebenarnya sudah kusadari sejak lama, sejak aku belum mengerti istilah yang tepat untuk menerjemahkannya. Awalnya aku sangat risau dan tidak mau menerima hal tersebut, namun semenjak belajar harus selalu berdamai dengan hal yang bertentangan, akupun paham bahwa aku harus menerimanya.
Seminggu yang lalu, aku ikut berpartisipasi dalam persiapan syukuran pamanku atas kelahiran anaknya. Kalau wanita, bentuk partisipasinya tak jauh-jauh dari bagian dapur, menyediakan berbagai jenis hidangan untuk para tamu. Dalam proses penyediaannya, para kaum hawapun berkumpul, termasuk para tetangga pamanku. Seperti istilah “sayur tanpa garam tentu tak nikmat”, perkumpulan para wanitapun memiliki satu jargon yang sudah tak asing lagi, apalagi kalau bukan “ngumpul tanpa ngegosip tentu tak lengkap”. Berjam-jam di dapur, berbagai macam topik muncul. Aku hanya sesekali memberi komentar atas pembicaraan para wanita yang tentunya lebih tua dariku dan kupikir belum saatnya bagiku untuk terlalu banyak nimbrung. Hingga sampailah pada topik yang berhasil menarik perhatianku termasuk menjadi inspirasi menulis saat ini. Wanita itu membicarakan kelakuan aneh anak gadisnya yang bersikap terlalu lelaki. Dari ujung rambut hingga ujung kaki, tidak ada pertanda bahwa ia adalah seorang perempuan. Suaranya, cara berpakaiannya, juga sikapnya seperti lelaki tulen. Bahkan sebagai remaja normal, iapun memiliki kecenderungan untuk memiliki pasangan. Dan ia memilih pasangan dari jenisnya sendiri, perempuan. Orang yang tidak mengenalnya secara dekat, pasti tidak akan pernah curiga atau mempertanyakan, “ini makhluk sebenarnya cewek atau cowok sih?”
Kelainan ini tak hanya ditemui pada para wanita yang memiliki perawakan hingga sifat lelaki tulen. Ada juga lelaki yang penampilannya seperti wanita tulen dan sifatnya lebih gemulai dibandingkan para wanita. Aku pernah bersinggungan dengannya ketika aku masih semester dua di perguruan tinggi, tepatnya tiga setengah tahun lalu. Saat itu aku bersama sekelompok teman kuliah mendapat tugas lapangan untuk mengadakan penelitian terkait kehidupan masyarakat menengah ke bawah. Berbagai macam judul penelitian ditawarkan sang dosen untuk masing-masing kelompok, dari potret kehidupan gelandangan dan pengamen, anak jalanan, hingga kehidupan para lelaki yang menyerupai wanita(baca: waria). Tawaran terakhir adalah deskripsi tugas yang harus kelompokku teliti. Dengan ringan kami menerima tawaran sang dosen. Perasaan was-was tentu ada, namun segera dileburkan oleh pernyataan teman sekelompokku yang mengaku mengenal satu komunitas objek penelitian kami. “Waria salon!” Merekalah yang akan kami hadapi selanjutnya. Dengan persiapan seadanya, kamipun langsung menuju TKP. Di depan salonnya, perasaan was-was kembali muncul. Namun seperti yang pertama, perasaan inipun melebur dengan segera ketika kami disambut hangat oleh para waria yang memang berdandan selayaknya wanita cantik. Dan jujur, salah satu diantara mereka memang cantik. Wajahnya lonjong dan nampak terawat, pipinya tirus, dagunya lancip, dan bibirnya tipis. Para pria pasti juga akan tertarik padanya ^^. Setelah lumayan terpana dengan pemandangan yang kami saksikan, perlahan kamipun mulai melakukan wawancara. Kami sangat hati-hati memilih kalimat yang ingin dikeluarkan. Kembali kami dibuat terpana oleh sang objek penelitian kami. Caranya menjawab, gaya bahasanya, tutur katanya, serta pengetahuan yang ada dalam pikirannya benar-benar cemerlang. Bahkan, sahabat harus tahu hal ini, sebelum ia memberi jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang dilontarkan ia mengatakan, “Sebaiknya ketika melakukan wawancara, perkenalkan dulu personal-personal interviewernya, darimana asalnya, dan dalam rangka apa melakukan wawancara,” ujarnya tersenyum ramah dan tidak nampak menggurui. Kami tersipu malu karena lumayan merasa harga diri kami sebagai mahasiswa perguruan negeri telah jatuh karena tidak mengerti hal ini. Namun kami tetap berusaha nampak biasa dan terus meluncurkan pertanyaan-pertanyaan ke beberapa personil lainnya. Selain berhasil membuat kami terpana akan respon-respon mengagumkannya, kamipun dibuat tercengang oleh pengakuan-pengakuan komunitas lelaki berwajah wanita ini. Mereka menceritakan tanggapan orang tua atas keputusan mereka untuk berhijrah menjadi wanita. Tentu tidak ada orang tua yang memberikan tanggapan positif atas keputusan yang mereka tempuh. Dengan sederhana mereka menjawab, “orangtua tidak bisa memaksakan naluri kami yang cenderung mirip wanita ini, kami hanya perlu menutup kuping kami jika ada tetangga yang mencemooh”. Para pria berpoleskan make-up wanita ini juga memaparkan bagaimana caranya mendapatkan seorang pria untuk diajak berkencan. Dan ternyata jurus mereka tak jauh-jauh dari materi. Mereka sangat memanjakan sang kekasih dengan uang dan hadiah-hadiah besar. Mereka tak segan memberikan handpone canggih yang sedang beredar pada saat itu. Dari sisi yang lain, ada satu lagi pengakuan mencengangkan. “Di hari Jumat sebagaimana para lelaki pergi ke masjid untuk shalat jumat, kamipun turut melaksanakannya. Kami juga menggunakan sarung dan peci,” ungkap salah seorang dari mereka dengan tersenyum bijak. Sungguh, kami hampir tak percaya atas pengakuannya, namun ini realita, bung! Fyuh, syukurlah masih ada jiwa prianya. Satu hal lagi yang berhasil kami himpun, para penyuka sesama jenis ini juga memiliki komunitas resmi. Kalau di Samarinda namanya Perwasa(Persatuan Waria Samarinda). Dahsyat kan, ini fakta!
Dari dua kisah ini akupun belajar membelalakkan mata untuk tidak memandang mereka sebelah mata. Kalau mau jujur-jujuran, tentu merekapun tidak mau menjadi kelompok minoritas atau kelompok tengah-tengah. Mereka sesungguhnya sadar bahwa ada yang salah dengan orientasi seksual mereka. Merekapun juga heran dengan kecenderungan seksual yang mengarah pada sesama jenis. Namun merekapun berpikir sama seperti kita berpikir tentangnya, mereka tidak mengerti apa yang telah terjadi padanya, fisiknya, dan nuraninya. Yang mereka tahu hanyalah ingin menemukan jati dirinya seutuhnya. Bukankah hal itu juga tertuang dalam jalan pikiran kita? Bukankah kita yang nalurinya normal selalu ingin mengenal dan memahami jati diri kita? Lalu apa yang salah dari mereka, “si makhluk antara cewek dan cowok”? Bukankah mereka lebih hebat dari kita karena telah menemukan jati dirinya? Terlepas dari latar belakang penyimpangan dan pengucilan yang terjadi pada diri mereka, sesungguhnya mereka sama. Mereka makhluk Tuhan yang butuh kasih sayang. Mereka makhluk Tuhan yang rindu untuk selalu dirindukan keluarga dan para kerabat yang kini tak menerima keberadaannya. Mereka makhluk Tuhan yang baik dan ingin juga memberi potensi baiknya kepada orang lain. Mereka juga makhluk Tuhan yang ingin dihargai keberadaaannya. Maka dari sekarang, izinkan mereka menjadi makhluk Tuhan yang terkasih. Izinkan ia mengasihi hidupnya dan membagikannya kepada dunia. Bantu ia untuk mengatakan, “Betapa Tuhan tidak pernah menciptakan makhluk-Nya dalam keadaan tidak adil, terkucilkan, dan terhinakan!”

Samarinda, 19-07-2011
Di Kamar inspiratifku, 20:46 Wite.

Tidak ada komentar: