Kekurangan itu bisa menjadi karisma tersendiri, Aku bersyukur menjadi diriku, tak ada orang yang sepertiku. Risna, kamu harus beryukur tiap saat yah! Kalo lupa, tilawah hari ini nambah satu lembar. Janji?

Rabu, 07 Maret 2012

Galau lagi Galau Lagi: Allah Tahu aja Deh..

Pernah merasa kehilangan sesuatu? Gimana rasanya? Tentu penggalauan terjadi di semua bagian. Kalo buatku, rasanya kayak sariawan (hehe, karena emang lagi sariawanan diriku). Bibir kering, perih-perih gimana gitu, sakitnya ngebuat makan nggak enak, bahkan minumpun porsinya jadi sedikit karena perihnya nggak ketulungan. Hahay meski lebay, tapi kebanyakan emang gitu kan ya?
Perasaan kebanyakan itu juga mampir ke aku. Huhh, harusnya dia nggak perlu mampir, harusnya langsung kuusir aja. Namun pengusirannya nggak segampang itu, men.
Butuh waktu. Butuh proses untuk meniadakannya. Macam sariawan, biar sembuh yah kudu dikasih treatment dulu. Kasih vitamin C atau yang serupa atawa perlu dibiarin aja. Tapi pembiaran akan menyebabkan kita terancam lama untuk sembuh. Mau? Actually, kalo aku ogah. Sakiiitttnya nggak menahan, men.
Terus gimana dong kalau galaunya nggak pergi-pergi meski dah ditreatment?
Hmm, pertanyaan pertama, “Beneran niat nggak pengen ngilangin galaunya? Percuma kalau niatnya belum nyampe ke hati. Yah dia nggak bakal pergi-pergi.
Pertanyaan kedua, “Kalau niatnya udah beneran full, udah beneran ikhlas nggak sih kita kalau galaunya pergi? Mungkin aja nih ya, sebenarnya kita masih ngarepin hal yang udah ilang tadi. Niatnya emang pengen ikhlasin, tapi kitanya belum siap. Kalau udah gini, buru-buru deh tenagai kalimat ini, “AKU BENERAN IKHLAAAASSS DAN SIAP MENERIMA APAPUN YANG TERJADI PADA HIDUPKU!”
Pertanyaan ketiga, “Kalau belum juga tenang tuh hati dan pikiran, buru-buru diinget, udah chatting sama Allah belum? Siapa tahu kita belum mengizinkan Allah untuk ikut campur menghilangkan penggalauan yang terjadi. Pan Cuma Allah yang pandai nangkep semua kegalauan yang ada dan menggantinya dengan perasaan tenang.
Nggak percaya? Mau bukti? Baiklah, aku ngaku. Sebenernya aku lagi galau (bahasa anak muda yang sebenernya amat kuhindari penggunaannya, tapi kejadian deh sama aku @,@). Aku bisa nanya tiga hal itu juga karena mendadak baru aja aku adakan sedikit renungan untuk rasa kegalauan malam ini. Aku nggak tenang meski aku udah sampe poin 2. Akhirnya, di tengah rasa nggak nyamanku itu, aku minta pada Allah untuk memberikanku rasa yang lebih tenang.
Subhanallah, setelah berdoa, tiba-tiba kubaca sebuah timeline di twitter. Kata-kata penghiburannya pas banget untuk penggalauan yang terjadi padaku.
***
“Tuhan menempatkan seseorang dalam hidupmu karena sebuah alasan, dan mungkin menghapusnya dari hidupmu untuk sebuah alasan yang lebih baik.”
***
Hati dan pikiranku mendadak lebih nyaman setelah itu. Rupanya Allah berkenan memberi penghiburan padaku. Bahkan kurasa malam ini Allah responsif sekali terhadapku. Yah, kayak timeline yang baru diposting, terus tiba-tiba dapet reply yang cepet.
Yup, Alhamdulillah aku udah dijodohin buat ketemu kata-kata itu malam ini.
“Tuhan tahu aja deh apa yang aku tanyakan, makasih yaa, Allah...

Senin, 05 Maret 2012

OK!

Sering ngerasa perih hatinya? Sakit pikirannya? Tak adil jalannya? Atau bukan pilihan terbaik bagi sebuah kemauan?
Wajar, namanya juga manusia. Kadang lurus kadang bengkok. Kadang nyaman kadang risih. Kadang optimis kadang pesimis. Semuanya serba "kadang" (asal jangan tinggal dikandang mbeek aja ^^).
Perihnya depresi karena tak adil atau tak menjadi pilihan itu seperti sindrom gatal-gatal kulit bagian dalam. Tak bisa digaruk tapi gatalnya nyata.
Lalu, masalahnya adalah kemana harusnya kita bawa depresi itu? Dan jawabannya hanya satu, "berdamailah dengan keadaan itu!"
Mencoba mengatakan pada depresi:
"Ok! Aku pilih berjabat denganmu."
"Ok! Walau kau adalah bagian yang tidak indah dari hidupku, namun kau kuterima dengan indah."
"Ok! Makasih sudah membuatku cemburu atas pilihan hidup yang orang lain terima, cukuplah aku bersama kehidupanku."
"Ok! Dengan takdir ini aku yakin jalanku akan sama baiknya dengan jalannya."
"Ok! Bukankah cerita tak ada yang sama persis? Maka akan kupastikan ceritaku akan semanis ceritanya."
"Ok! Hal inilah yang terbaik bagi kondisi jiwaku, semoga indah."

Do the right thing! Tak membandingkan hidup kita dengan orang lain. Kita sama-sama telah memiliki hal yang kita butuhkan walau tak serupa.

Ini Semua karena Tarbiyah

Memutar ingatan 4 hingga 5 tahun yang lalu melalui diary(aku baru sadar bahwa aku pernah punya diary). Sebagian isinya adalah puisi. Isinya ya seputar perasaan pribadi(kata adekku yang kecil, "cerita cinta-cintaan" ^^). Ada yang tentang harapan dan angan cintrong, kehilangan arah hidup, pikcau, pokoknya yang mellow(ga banget sekarang @,@), macam Love Hoping gitu deh. Beberapa kalimatnya gini nih,"kaulah satu-satunya yg dapat buat pikiranku kacau, aku takut kau menjauh, aku ingin dirimu selamanya, sampe melayang-layang di udara jg disebutin", beuhh nyebut nenk, gelo pisan noh!
Diary itu rasanya penuh dengan cerita pedih, aku aja ampe bilang,"duh kasian amat nenk hidupmu!" padahal itu untuk diriku sendiri, wkwk.
Kembali ke masa sekarang, ketika semuanya telah berubah. Ketika mulai memiliki lebih banyak referensi hidup, dan aku memilih untuk hidup di dalam tarbiyah, di dalam lingkaran yang dipenuhi dengan referensi hidup bergaya islami. Di dalamnya aku ditanamkan untuk senantiasa hidup dalam kesyukuran apapun kondisinya, berusaha tegar dan sabar dalam menghadapi berbagai macam kekecewaan, diminta kuat dan kokoh walau dalam kondisi melemahkan, dan satu yang utama, diminta percaya dan yakin pada segala bentuk ketentuan Allah atas hidup kita. "ikhtiar Ok, doa sudah, tinggal tawakkal pada Allah".
Apalagi yang perlu dicemaskan? Sedih, kecewa, dan terluka itu wajar dan manusiawi, tapi pasti Allah lebih tahu yang terbaik untuk kita itu apa.
Aku mengatakan wajar ketika galau, sedih, dan kecewa itu juga karena tarbiyah yang mengenalkanku untuk sebisa mungkin tidak tenggelam terlalu dalam dari citra rasa yang membuat pikiran kita hancur dan berantakan. Tarbiyah jugalah yang mengajariku untuk tidak mati ketika mati rasa dan akal mati-matian mengejarku.
Tarbiyah benar-benar akan membentakku jika aku lalai.
dan pasti tarbiyah juga yang akan memarahi&menghukumku jika aku khianat.
Karena tarbiyah, hidupku lebih baik dan semangatku agar senantiasa membaikkan masih terjaga. Semoga istiqomah. Amin..

Seperti Nyenye' dan Nyunyu'

Namanya Nyenye' (Cara penyebutan "e"nya seperti menyebut Kecap bukan Keras) dan Nyunyu'. Dia masih bayi dan terlalu imut untuk dipegang. Dia didatangkan oleh adikku yang paling kecil, katanya, "pengen temen baru". Terus dijawab sama boz, "ya okelah kalau begitu ^^". Apa boleh buat, ketika melihatnya aku dan adik pertamaku pun ikut jatuh hati pada dua pendatang baru ini.

Gayanya lucu banget, ya seperti bayi-bayi pada umumnya, cuma mereka terkesan lebih lincah. Apalagi si Putih Nyunyu', sering banget minta keluar dari rumah. Sempet berontak dan gigit-gigit gitu. Sebagai pengasuhnya, tentu kami tak akan membiarkannya keluar begitu saja. "Nanti dia nggak pulang-pulang dan nggak tega juga nangkepin mereka yang masih sangat imut itu, yang ada malah yang ngejaga teriak-teriak histeris, wkwk," begitu kata kami.

Hemm, nggak kerasa sudah seminggu lebih dia tinggal bersama kami. Sempat berpikir, "Apakah orang tuanya mencarinya atau malah melupakannya?". Entahlah kami juga tak tahu pasti apakah mereka bersaudara atau hanya dipasangkan oleh penjaganya sebelum kami. Yang jelas kami sekarang mencoba memberikan yang terbaik untuknya, walaupun kadang-kadang lupa memberinya makan dan minum. Ah semoga dia tidak kelaparan dan kehausan apalagi menyesal bersama kami. ^^

Pagi tadi, aku bahkan sepertinya kami semua lupa melihat keadaannya. Hingga tubuh mereka berdua terlihat menggigil. Langsung kulihat apa yang terjadi pada mereka berdua, "Ohhh tidaak, tempat mereka tidur semalam telah basah, dot yang terpasang sepertinya tumpah ke dalam "kasurnya". Penghangat yang disediakanpun ikut-ikutan basah. Walhasil mereka terlihat sangat kedinginan. Aku sudah tak sempat membersihkannya karena harus pergi dan memang aku tak biasa membersihkan tempat tidur mereka. You know why? Itu karena tempat tidur mereka bau pesing sekali dan terlihat kotoran-kotoran mereka berhamburan ke sana kemari. Jadi kuputuskan untuk menumpuk penghangat baru di tempat tidur mereka dan membawa mereka ke tempat yang lebih hangat(terkena sinar matahari). "Hmm, semoga mereka tak lagi kedinginan," ujarku sembari kembali bersiap untuk pergi.

Yupz, begitulah kisah Nyenye' dan Nyunyu' yang kini berada di rumahku. Dua makhluk yang berukuran mini dan mirip sekali dengan tikus itu(hanya saja ekornya sangat pendek) diam-diam mengajarkan kisah tersendiri untukku. Mereka lucu(bagi yang suka binatang ini tentunya) dan kita ingin sekali bermain-main dengannya. Namun ketika ia kotor, ia tidak mampu membersihkan dirinya sendiri. Ia harus mengandalkan manusia untuk membersihkan kandangnya. Dan sialnya, tidak semua orang mau membersihkannya di saat ia kotor. Padahal kita sadar dan tahu pasti tak enak rasanya berada di tempat yang kotor. Pasti Nyenye' dan Nyunyu" risih dengan keadaan seperti itu.

Dan kita yang bisa membersihkan diri kita sendiri,

Saat sadar sedang membutuhkan pembersihan diri,

Saat sadar sedang ingin sebuah kebahagiaan,

Justru kita malas membuatnya kembali bersih

Justru kita lebih sering membiarkan diri kita dalam keadaan tidak bersih,

Kita terlalu mudah merelakan diri kita terpercik lumpur,

Aku jadi malu pada hamster yang walaupun tidak diberikan kemampuan untuk membersihkan dirinya dan rumahnya, namun ia masih bisa merasakan risih karena tidak nyaman dengan kondisi tubuhnya yang hampir semalaman terkena air.

Aku jadi malu pada Nyenye' dan Nyunyu' yang walaupun tidak kuasa menghiindari gelinangan air tersebut,

Namun ia tahu ia harus mengamankan badannya dengan naik di atas putarannya.

Ini Tentang Mimpi, Kawan

Banyak orang bermimpi besar dan melakukan hal-hal besar untuk mewujudkan mimpi besarnya. Banyak juga orang bermimpi kecil namun sungguh-sungguh ia meniti mimpinya untuk meraih mimpi kecil tersebut. Mana sebenarnya yang lebih besar? Dari kacamata minusku, aku melihat kebesaran dari kesungguhan meraih mimpi kecil tersebut. Meraih mimpi besar dg cara yang besar belum tentu semuanya dilandasi dg kesungguhan. Namun tak semua cara besar diraih dg tanpa kesungguhan. Pun tak semua mimpi kecil diraih dg kesungguhan. Maka jika kesungguhan tak melekat, lahirlah kisah pahit dari rasa kekecewaan yang teramat sangat kala mimpi itu tak mampu digenggam tangan. Namun kawanku, kita tak termasuk barisan mudah patah arang, kan? Kita ini barisan pantang mundur yang menghalalkan cara besar maupun kecil yang berenergi baik mewujudkan mimpi besar dan mulia kita untuk kehidupan yang merindukan kesuksesan.
Kita ini kawanku, tak bisa hidup diantara jalan yang besar-besar saja.
Kita ini kawanku, tidak bisa sukses jika hanya mengandalkan kisah yang besar-besar saja.
Kita ini kawanku, sama sekali tak boleh melupakan hal-hal kecil yang siap mengantarkan kita menuju mimpi besar. Kita ini kawanku, berasal dari dunia kecil yang makin lama makin membesarkan kita.
Kita ini kawanku,
takkan mampu bertahan dengan adanya peremehan dalam hidup.
Kawanku yang sama mimpinya dengan mimpi besarku,
jika timbul meragu pada jiwa,
pikiran ribet nan ruwet yang menghantui,
ingati saja,
bahwa jalan kecil ini begitu mulia, hentikan pengabaian itu. Mimpi kita sungguh-sungguh, kan?

#Mari sama-sama kita munculkan kembali niatan tulus kita, bulatkan tekad, kuatkan diri, kencangkan senjata, mari melompat lebih tinggi! Syaaatt melesat lebih dahsyat dg menjadi motivator bagi diri sendiri...

Bukan Mario, Tapi Allah

Di beberapa kesempatan aku selalu mengatakan bahwa aku telah banyak terinspirasi oleh seorang pria berkarismatik. Aku pernah mengatakan,”mungkin aku mencintainya!” Aku tak peduli walau ia seorang lelaki beristri. Aku juga tak peduli jika nanti istrinya marah (ya kalau marah, dikasih senyum manisku aja, he). Kepercayaanku akan inspirasi yang ia tularkan terlalu melekat padaku. Hingga pada saat aku harus memberi motivasi pada seseorang, ya kata-kata motivasinya nggak jauh-jauh dari kata-katanya “Membaikkan”, “Memberi potensi baik”, juga “mendamaikan”. Ini bukan mencatut apalagi plagiat, Hal ini lebih tepat dinamakan virus inspirasi yang telah diinspirasikan(nah ham bahasanya bikin puyeng ndiri ).
Hemm, apakah ada kesalahan dengan aku dan rasaku? Aku belum merasa bersalah. Bukankah kita dianjurkan untuk mencintai seseorang yang juga dicintai Tuhannya? Dan aku yakin, bahwa Tuhanku mencintai sosok dan jiwanya yang senantiasa berusaha menularkan potensi baiknya.
Dia, ya dia yang biasa disapa Mario Teguh, memiliki berpuluh ribu pengikut, bahkan menjadi ikon facebook fan terbesar kedua di dunia seringkali menjadi inspirasiku dalam membaikkan pikiranku serta turut andil dalam karakter tulisanku. “Ayahanda Mario Teguh is my inspirator,” aku masih mempercayai pikiranku ini hingga beberapa jam yang lalu. Sampai di mana aku harus memutar otak untuk mencari inspirasi baru.

Ada di Sekeliling Kamu - Izinkan Cewok menjadi Makhluk Tuhan

Pernah mendengar istilah cewok? Atau baru aku yang menggunakannya? Walau belum familiar, sungguh aku tak bermaksud membingungkanmu, sahabat. Istilah cewok berangkat dari kebingunganku untuk menilai sesuatu yang tidak biasa dari kacamata minusku. Bahkan bagimu juga bisa jadi tidak biasa.
Hal ini sebenarnya sudah kusadari sejak lama, sejak aku belum mengerti istilah yang tepat untuk menerjemahkannya. Awalnya aku sangat risau dan tidak mau menerima hal tersebut, namun semenjak belajar harus selalu berdamai dengan hal yang bertentangan, akupun paham bahwa aku harus menerimanya.
Seminggu yang lalu, aku ikut berpartisipasi dalam persiapan syukuran pamanku atas kelahiran anaknya. Kalau wanita, bentuk partisipasinya tak jauh-jauh dari bagian dapur, menyediakan berbagai jenis hidangan untuk para tamu. Dalam proses penyediaannya, para kaum hawapun berkumpul, termasuk para tetangga pamanku. Seperti istilah “sayur tanpa garam tentu tak nikmat”, perkumpulan para wanitapun memiliki satu jargon yang sudah tak asing lagi, apalagi kalau bukan “ngumpul tanpa ngegosip tentu tak lengkap”. Berjam-jam di dapur, berbagai macam topik muncul. Aku hanya sesekali memberi komentar atas pembicaraan para wanita yang tentunya lebih tua dariku dan kupikir belum saatnya bagiku untuk terlalu banyak nimbrung. Hingga sampailah pada topik yang berhasil menarik perhatianku termasuk menjadi inspirasi menulis saat ini. Wanita itu membicarakan kelakuan aneh anak gadisnya yang bersikap terlalu lelaki. Dari ujung rambut hingga ujung kaki, tidak ada pertanda bahwa ia adalah seorang perempuan. Suaranya, cara berpakaiannya, juga sikapnya seperti lelaki tulen. Bahkan sebagai remaja normal, iapun memiliki kecenderungan untuk memiliki pasangan. Dan ia memilih pasangan dari jenisnya sendiri, perempuan. Orang yang tidak mengenalnya secara dekat, pasti tidak akan pernah curiga atau mempertanyakan, “ini makhluk sebenarnya cewek atau cowok sih?”
Kelainan ini tak hanya ditemui pada para wanita yang memiliki perawakan hingga sifat lelaki tulen. Ada juga lelaki yang penampilannya seperti wanita tulen dan sifatnya lebih gemulai dibandingkan para wanita. Aku pernah bersinggungan dengannya ketika aku masih semester dua di perguruan tinggi, tepatnya tiga setengah tahun lalu. Saat itu aku bersama sekelompok teman kuliah mendapat tugas lapangan untuk mengadakan penelitian terkait kehidupan masyarakat menengah ke bawah. Berbagai macam judul penelitian ditawarkan sang dosen untuk masing-masing kelompok, dari potret kehidupan gelandangan dan pengamen, anak jalanan, hingga kehidupan para lelaki yang menyerupai wanita(baca: waria). Tawaran terakhir adalah deskripsi tugas yang harus kelompokku teliti. Dengan ringan kami menerima tawaran sang dosen. Perasaan was-was tentu ada, namun segera dileburkan oleh pernyataan teman sekelompokku yang mengaku mengenal satu komunitas objek penelitian kami. “Waria salon!” Merekalah yang akan kami hadapi selanjutnya. Dengan persiapan seadanya, kamipun langsung menuju TKP. Di depan salonnya, perasaan was-was kembali muncul. Namun seperti yang pertama, perasaan inipun melebur dengan segera ketika kami disambut hangat oleh para waria yang memang berdandan selayaknya wanita cantik. Dan jujur, salah satu diantara mereka memang cantik. Wajahnya lonjong dan nampak terawat, pipinya tirus, dagunya lancip, dan bibirnya tipis. Para pria pasti juga akan tertarik padanya ^^. Setelah lumayan terpana dengan pemandangan yang kami saksikan, perlahan kamipun mulai melakukan wawancara. Kami sangat hati-hati memilih kalimat yang ingin dikeluarkan. Kembali kami dibuat terpana oleh sang objek penelitian kami. Caranya menjawab, gaya bahasanya, tutur katanya, serta pengetahuan yang ada dalam pikirannya benar-benar cemerlang. Bahkan, sahabat harus tahu hal ini, sebelum ia memberi jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang dilontarkan ia mengatakan, “Sebaiknya ketika melakukan wawancara, perkenalkan dulu personal-personal interviewernya, darimana asalnya, dan dalam rangka apa melakukan wawancara,” ujarnya tersenyum ramah dan tidak nampak menggurui. Kami tersipu malu karena lumayan merasa harga diri kami sebagai mahasiswa perguruan negeri telah jatuh karena tidak mengerti hal ini. Namun kami tetap berusaha nampak biasa dan terus meluncurkan pertanyaan-pertanyaan ke beberapa personil lainnya. Selain berhasil membuat kami terpana akan respon-respon mengagumkannya, kamipun dibuat tercengang oleh pengakuan-pengakuan komunitas lelaki berwajah wanita ini. Mereka menceritakan tanggapan orang tua atas keputusan mereka untuk berhijrah menjadi wanita. Tentu tidak ada orang tua yang memberikan tanggapan positif atas keputusan yang mereka tempuh. Dengan sederhana mereka menjawab, “orangtua tidak bisa memaksakan naluri kami yang cenderung mirip wanita ini, kami hanya perlu menutup kuping kami jika ada tetangga yang mencemooh”. Para pria berpoleskan make-up wanita ini juga memaparkan bagaimana caranya mendapatkan seorang pria untuk diajak berkencan. Dan ternyata jurus mereka tak jauh-jauh dari materi. Mereka sangat memanjakan sang kekasih dengan uang dan hadiah-hadiah besar. Mereka tak segan memberikan handpone canggih yang sedang beredar pada saat itu. Dari sisi yang lain, ada satu lagi pengakuan mencengangkan. “Di hari Jumat sebagaimana para lelaki pergi ke masjid untuk shalat jumat, kamipun turut melaksanakannya. Kami juga menggunakan sarung dan peci,” ungkap salah seorang dari mereka dengan tersenyum bijak. Sungguh, kami hampir tak percaya atas pengakuannya, namun ini realita, bung! Fyuh, syukurlah masih ada jiwa prianya. Satu hal lagi yang berhasil kami himpun, para penyuka sesama jenis ini juga memiliki komunitas resmi. Kalau di Samarinda namanya Perwasa(Persatuan Waria Samarinda). Dahsyat kan, ini fakta!
Dari dua kisah ini akupun belajar membelalakkan mata untuk tidak memandang mereka sebelah mata. Kalau mau jujur-jujuran, tentu merekapun tidak mau menjadi kelompok minoritas atau kelompok tengah-tengah. Mereka sesungguhnya sadar bahwa ada yang salah dengan orientasi seksual mereka. Merekapun juga heran dengan kecenderungan seksual yang mengarah pada sesama jenis. Namun merekapun berpikir sama seperti kita berpikir tentangnya, mereka tidak mengerti apa yang telah terjadi padanya, fisiknya, dan nuraninya. Yang mereka tahu hanyalah ingin menemukan jati dirinya seutuhnya. Bukankah hal itu juga tertuang dalam jalan pikiran kita? Bukankah kita yang nalurinya normal selalu ingin mengenal dan memahami jati diri kita? Lalu apa yang salah dari mereka, “si makhluk antara cewek dan cowok”? Bukankah mereka lebih hebat dari kita karena telah menemukan jati dirinya? Terlepas dari latar belakang penyimpangan dan pengucilan yang terjadi pada diri mereka, sesungguhnya mereka sama. Mereka makhluk Tuhan yang butuh kasih sayang. Mereka makhluk Tuhan yang rindu untuk selalu dirindukan keluarga dan para kerabat yang kini tak menerima keberadaannya. Mereka makhluk Tuhan yang baik dan ingin juga memberi potensi baiknya kepada orang lain. Mereka juga makhluk Tuhan yang ingin dihargai keberadaaannya. Maka dari sekarang, izinkan mereka menjadi makhluk Tuhan yang terkasih. Izinkan ia mengasihi hidupnya dan membagikannya kepada dunia. Bantu ia untuk mengatakan, “Betapa Tuhan tidak pernah menciptakan makhluk-Nya dalam keadaan tidak adil, terkucilkan, dan terhinakan!”

Samarinda, 19-07-2011
Di Kamar inspiratifku, 20:46 Wite.