Kekurangan itu bisa menjadi karisma tersendiri, Aku bersyukur menjadi diriku, tak ada orang yang sepertiku. Risna, kamu harus beryukur tiap saat yah! Kalo lupa, tilawah hari ini nambah satu lembar. Janji?

Jumat, 24 Juli 2009

Babarata: Banjir, cobaan atau berkah? by Rhyzna_Ngel Courtesy


• Gue tau rasa loe
Udah liat simpang empat Lembuswana kan? Apalagi kalo lagi banjir? Terus kampus yang nggak bisa dihuni kaum pembelajar? Pasti ada yang bilang, “Duh kapan ya gue bisa belajar lagi? Udah kangen ni ma kampus...” atau ada juga nih yang bilang, “wah, kalo kayakgini terus, bisa nonton terus nih di rumah, nggak sibuk ngerjain tugas dari dosen, bisa ngelindur, shopping, ngerumpi, N nggak kesebutin satu-satu deh kerjaan yang udah gue rancang..”
Lha, apa kata dunia seandainya seperempat saja mahasiswa berpikir sama dengan opini kedua.
• Just reading
‘Hari ini kayaknya gue sial banget, pak angkot nyuruh gue turun di M. Yamin. Padahal di sana air yang menggelinang udah parah, hampir selutut gue yang nggak tinggi ini. Gue nekat aja menyusuri trotoar hingga simpang empat. Eit, tiba-tiba, Byuarrr… kaki gue nggak lagi nyangkut di trotoar, Gue masuk ke dalam linangan air yang jorok itu. Bahkan setiap gue jalan di trotoar, buat ngeliatnya aja gue enggan banget. .
Dengan sadar gue langsung mencoba untuk naik kembali, tapi tangan gue nggak cukup kuat untuk menaikkan diri kembali.
‘Ayo mba, saya bantu naik,” kata abang yang nongkrong di sana sambil menuju ke arah gue jatuh.
Gue pasrah, di angkat abang-abang itu dan langsung pergi setelah mengucapkan terima kasih. Gue nggak benar-benar peduli cekikikan anak kecil yang tertangkap di telinga gue. Bahkan gue nggak peduli berapa puluh pasang mata yang menangkap kesialan gue.
Belum lagi shock gue ilang, cepat-cepat gue rogoh tas selempang gue yang telah basah kuyup. Oupz, hape gue mati.
Astaghfirullah, Innallaha ma’ashobirin. Jalan gue terasa lebih cepat setelah itu. Gue nggak mau kebawa panik. Gue nggak peduli lagi gimana hancurnya buku, kertas, file berharga, bahkan handphone gue yang nggak kuat menghadapi semua ini. Gue nggak peduli lagi akan nyeri di kaki gue yang sepertinya tergores benda tumpul.
Itu Musibah, Benarkah?
Bagaimana menurut antum/na jika melihat cerita di samping? Musibahkah? Kesialankah?
“Tidak ada suatu pun musibah yang menimpa seseorang kecuali dengan ijin Allah; dan barangsiapa yang beriman kepada Allah niscaya Dia akan memberi petunjuk kepada hatinya. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu”. (QS. 64:11)
Wahai saudara-saudariku, janganlah menyangkakan sesuatu yang belum kita ketahui haqnya. Bisa saja yang menurut kita buruk adalah yang terbaik menurut Allah, dan begitu juga sebaliknya. Percayalah di balik itu semua ada berkahnya. Mari kembali kita cermati lanjutan kisah seorang akhwat ini.
************
“Mba, jangan lewat trotoar, di sana banyak lubang-lubangnya!” kata seorang ibu-ibu sembari melihat ke arah gue yang tetap saja nekat.
Gue hanya mengangguk dan tersenyum ramah padanya dengan modal basah kuyup dan sepasang sepatu di tangan kiri,
“Mba, nyebrang dulu gih, kalau di sebelah sana, airnya dalem banget mba,” seorang abang-abang menegurku lagi karena aku tak juga memindahkan posisi ke seberang jalan.
Kali ini ku ikuti abang-abang yang memberi komando padaku dengan langkah cukup lelah dan berat karena kaus kaki hingga pakaian yang telah basah.
“Mau ke mana mba? Ikuti jalan saya saja!” ajak seorang pria paruh baya yang berada di deoanku setelah menyebrang jalan.
“Iya, pak,” ku ikuti terus langkah sang bapak hingga berhenti di pertengahan simpang empat lembuswana.
Ternyata ada lagi yang menyapaku, kali ini seorang pria muda, “Mba, kalau nyebrang agak ke sana sedikit ya, karena di sini airnya lebih dalam,” katanya sambil memberiku isyarat agar kembali satu meter dari tempatku berdiri.
Aku melongo sebentar. Aku benar-benar nggak tahu apa yang mesti dilakukan lagi. Tiba-tiba kulihat pria yang kelihatannya juga sibuk mencari arah sedang memencet-mencet selularnya, “Maaf mas, bisa pinjam handponenya sebentar? Handphone saya kerendam air.” Pintaku agak ragu.
“Oh, boleh, silahkan,” ujarnya ramah sembari menyodoriku handphone yang ia genggam.
Setelah berbicara sebentar di handphone dan mengembalikan handphone itu, aku bergegas melintasi jalan yang menjadi batas akhir perjalananku hingga bala bantuan yang kuminta tiba. Aku menyeberangpun masih bersama prla separuh baya itu. Walaupun begitu, kurasa lelehan airmata telah tumpah di pelupuk mataku.
- Yang harus Terkatakan
“Hai orang-orang yang beriman, Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu[99], Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.”
(QS. 2:153)
Saudara(i)ku, kisah di atas benar-benar ada dan nyata. Yakinilah di balik musibah akan terdapat satu bahkan lebih berkah. Yang bisa ditampakkan dari kisah di atas, betapa tali ukhuwah pada saat genting itu sedang dijunjung tinggi. Orang-orang yang sama-sama merasa kesusahan bahu-membahu dalam menghadapi situasi tersebut. Bahkan saya yakin tokoh AKU tidak saling mengenal dengan orang-orang yang membantunya,. Subhanallah.

Tidak ada komentar: