Kekurangan itu bisa menjadi karisma tersendiri, Aku bersyukur menjadi diriku, tak ada orang yang sepertiku. Risna, kamu harus beryukur tiap saat yah! Kalo lupa, tilawah hari ini nambah satu lembar. Janji?

Senin, 18 Januari 2010

“Nak, Bisa Nggak Sekali Aja Nurut Sama Ibu?”

Bismillahirrahmanirrahim. Cerita ini berawal dari pengamatan saya tentang sebagian besar pola tingkah laku balita. Di masa-masa seperti mereka, yang ada dalam pikirannya hanyalah bermain dan takkan pernah bosan dengan kosa kata ‘bermain’. Apapun yang dilihat seolah memberikan inspirasi bagi mereka untuk melakukan hal-hal baru. Mereka jarang sekali memikirkan akibat dari apa yang mereka lakukan. Maka tak jarang ada saja yang membuat orang tua begitu geram terhadap kelakuan sang anak. Perhatikan contoh kasus yang saya paparkan di bawah ini.
Anak berumur 4 tahun berjalan ke sana kemari di dalam rumahnya sambil memegang remot televisi. Karena dilihatnya tak ada acara anak-anak yang menarik, dengan secepat kilat ia mencabut kabel yang tentu saja beraliran listrik. Secepat itu juga sang ibu menegur sang anak dan menjauhkannya dari tempat itu, “Nak, jangan dipegang, ntar kesetrum lho”. Namun, beberapa menit kemudian, ia kembali menarik kabel kipas angin yang masih terpasang, seperti kejadian sebelumnya sang ibu segera mendekati sang anak seraya berkata, “Nak, jangan bandel, mau tanganmu sakit?”. Anak itupun diajak tidur oleh ibunya, satu jam kemudian iapun terbangun dan bermain sendiri karena sang ibu masih tertidur pulas. Ia kembali melihat kabel lemari pendingin dan spontan menariknya, kali ini dengan tangan yang basah karena baru saja keluar dari toilet untuk bermain-main air. Kira-kira apa yang terjadi beberapa detik kemudian? Anak itu tiba-tiba berteriak histeris dan terkapar. Sanking kerasnya suara sang anak, ibupun akhirnya terbangun dan mendatangi arah teriakan itu. “Ya Allah Nak, kenapa lagi?” Sang ibu segera mengangkat anaknya dengan sedikit bergetar dan menelpon ambulan. “Sudah ibu bilang jangan bandel, nak nak!” rintihnya menahan tangis.
Seminggu kemudian setelah peristiwa itu, dengan izin Allah sang anak akhirnya sehat kembali. Iapun bisa bermain-main seperti biasa. Suatu pagi, sang anak diajak sang ibu untuk menemaninya memasak. Ia diberikan beberapa potong wortel, mangkuk plastik, dan pisau mainan agar tidak mengganggu pekerjaan ibunya. Lima menit pertama, sang anak masih asyik dengan adonan yang diberikan sang ibu, memotong-motong wortel walau tak jelas jadinya seperti apa. Menit berikutnya ia merasakan pisau yang ia pakai tak sama tajamnya dengan yang dipakai oleh ibunya. Ia melirik ibunya,”Bu, tukalan picau yuk, picau adek ga ajem,” (baby-talk, red) ajak sang anak pada ibunya sambil memperlihatkan pisaunya. “Jangan toh, nak, yang ini bisa motong jarinya adek!” nasehat sang ibu sambil tersenyum. Sang anak merengek namun akhirnya disogok sang ibu dengan memberikan susu dalam botol pigeon. “Nih, num dulu ya, adek aus, kan?” kata sang ibu lagi sambil membaringkan si anak untuk meminum susu sejenak. Melihat sang anak asyik dengan susunya, ibu bangkit untuk membasuh sayur-sayuran yang ia potong tadi. Tak lama berselang, tiba-tiba sang anak menangis histeris. Sang ibupun segera mendatangi si anak. Alangkah terkejutnya ia ketika menyaksikan tangan kiri sang anak telah dilumuri dengan darah. “Naaak, ibu sudah bilang kan tadi, bandel banget sih!”, sang ibu segera memberi obat merah dan membalut tangan sang anak. Rupanya pisau yang tak sengaja digeletakkan ibu di dekatnya, memancing keingintahuan sang anak menggunakan pisau yang kata sang ibu tajam tadi.
Lima belas menit kemudian, tangisan sang anak mulai reda. Ibupun melanjutkan pekerjaannya. Kali ini ia fokus dengan penggorengannya. Tak mau ada insiden lagi, ibu berpesan pada sang anak yang masih terduduk dengan tenang karena masih merasakan kesakitan pada tangannya,”Nak, duduk yang manis ya, ini panas lho!” sambil menunjuk ke arah wajan. Sang anak memasang wajah seolah mengerti dan hanya memperhatikan gerak-gerik ibunya. Tak bertahan lama, sepuluh menit kemudian sepertinya si anak mulai gerah. Ketika ibunya mengambil panci, sang anak secepat kilat berdiri dan mendatangi wajan yang masih di atas kompor yang menyala, “Duh, atiiiittt…!” teriak sang anak. Sang ibu segera berlari mendatangi si anak, “Duh nak naak, ibu mesti gimana lagi sih ngomongnya?” Nada sang ibu mulai meninggi namun ia segera memberikan lotion pada lengan kanan sang anak yang terkena cedera panas wajan.
Ya, itulah kelakuan anak kecil, walaupun telah diberikan teguran berkali-kali, rasa penasarannya takkan berhenti sampai di situ saja. Walau akan membahayakan dirinya sendiri, Ia akan melakukan apapun tepat dengan apa yang ia kehendaki tanpa mengetahui akibatnya. Lalu, adakah hikmah yang bisa kita ambil dari kenakalan balita ini? Tentu ada, sebagai seorang muslim, maka beribadah pada Allah seharusnya menjadi tugas utama sesuai dengan Qs. Adz-Dzaariyat: 56,”Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku”. Namun apa yang kita lihat sekarang, di era yang modern ini, sudah banyak manusia yang lupa berapa banyak sudah kekuasaan Allah yang dihamparkan di muka bumi ini.
Apakah sudah lupa, anda takkan bisa hidup tanpa menghisap oksigen yang ditiupkan Allah seluas-luasnya dengan tanpa mengeluarkan sepeser uangpun. Kalau mau hitung-hitungan, coba saja hitung berapa rupiah anda harus mengocek uang untuk membeli beberapa liter tabung oksigen. Kalau ditotal untuk satu tahun anda telah menghabiskan ratusan milyar rupiah untuk sekedar oksigen. Belum lagi fasilitas-fasilitas Allah lainnya(Selengkapnya baca Qs. Ar-Rahman:1-78 dan surah-surah kebesaran Allah lainnya)
Apakah anda mau disamakan dengan anak kecil yang dikasih tahu, masih saja ‘bandel’? Sudah berkali-kali diperingatkan Allah melalui azab yang telah Dia berikan pada orang-orang sebelumnya dan janjikan dalam ayat-ayat al-Qur’an, masih saja anda langgar dan menyombongkan diri pada Allah. Astaghfirullah! Anda tahu akibatnya apa? Lebih parah dari sekedar kesetrum, terkena pisau, ataupun cedera kena penggorengan.
“Tanyakanlah kepada Bani Israil: "Berapa banyaknya tanda-tanda (kebenaran) yang nyata, yang telah Kami berikan kepada mereka." Dan barangsiapa yang menukar nikmat Allah setelah datang nikmat itu kepadanya, maka sesungguhnya Allah sangat keras siksa-Nya”. (QS. Al-Baqarah: 211)
Well, sobat dahsyat, bisa nggak sehari saja anda mencoba resapi nikmat yang sudah diperoleh lalu diikuti dengan syukur dan taat pada Allah? Dari ketika bangun tidur hingga kembali terpejam. Setiap aktivitas dimulai dengan basmalah, Ketika waktu shalat segera dirikan shalat dengan khusyuk, tak ada kata “ah” ketika dimintai tolong orang tua, ketika dicaci maki, tak ada perlawanan dan hanya sabar yang didapat, sadaqah/ infaq di jalan, mengurangi obrolan yang tidak bermanfaat dan diganti dengan tilawah dan dzikrullah, belajar dan berbagi ilmu yang dapat menguatkan ketakwaan bersama sahabat, dan masih banyak contoh lain membangun ketakwaan. Subhanallah dahsyatnya. Cukup sehari anda mencoba taat, rasakan bedanya, pertahankan kenikmatan yang anda rasakan pada hari itu dengan melakukannya lagi esoknya, dan anda akan masuk ke dimensi keistiqomahan. Selamat mencoba menjadi taat sehari aja! “Nak, yuk sehari aja taat sama Allah!”

By Metamorphosiscinta-13jan10-16:48 Wita-Di inspirasi oleh adikku yang ‘ndut dan nakal

Tidak ada komentar: